BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masyarakat lebih ‘mengenal’ pustakawan dengan sebutan “staf” di
perpustakaan, “pegawai” di perpustakaan atau bahkan ‘penjaga buku di
perpustakaan’. Anggapan itu seolah-olah membenarkan bahwa pustakawan bukanlah
profesi, pustakawan bukanlah sebuah pekerjaan yang memerlukan keahlian
tertentu, pustakawan hanyalah tenaga teknis yang sama dengan tenaga teknis
lainnya atau tenaga administrasi lainnya. Singkatnya pustakawan bukanlah
pekerjaan yang “bergengsi” dan “dikenal” oleh masyarakat secara luas. Begitulah
pertanyaaan, pernyataan, dan penilaian yang sangat buruk sekali dari masyarakat
yang berpikiran sempit.
Jika hanya sekedar menjaga buku kenapa harus jadi sarjana ?
Disinilah yang saya anggap kebutaan masyarakat awam, masyarakat yang tidak
mengerti betapa pentingnya ilmu perpustakaan dan figur dari Pustakawan.
Perpustakaan adalah organisasi yang mengumpulkan bahan informasi baik yang
tercetak maupun yang terekam. Disinilah tugas yang nyata bagi seorang
pustakawan yaitu mengelolah, mengorganisasikan, dan memperbaharui informasi.
Jika seorang pustakawan tidak mempunyai ilmu,bagaimana ia bisa
mengelolah bahan pustaka jangankan mengelolah, menata dan mengklasifikasikan
buku sesuai dengan tempat nya pun tidak mungkin akan bisa dilakukan. Ilmu
perpustakaan tidak hanya mengajarkan yang berkaitan dengan perpustakaan saja,
bahkan dari semua segi bentuk ilmu pun dirangkum didalam ilmu perpustakaan ini.
Semakin majunya zaman, semakin canggihnya teknologi, maka semakin pesat juga
semua hal yang dicampur adukan dengan teknologi dan perpustakaan.
Dewasa ini perpustakaan tidak hanya harus berkunjung ketempatnya
langsung, tapi bisa juga di akses lewat komputer ( Digital library ).Jadi
pustakawan bukanlah suatu profesi yang memiliki eksistensi dan image yang
rendah namun ternyata lulusan ilmu perpustakaan tidak hanya harus bekerja di
perpustakaan saja, melainkan di bank atau juga di kantor-kantor besar dan yang
terkenal sekalipun lulusan ilmu perpustakaan tetap di pakai.
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1
Pengertian Perpustakaan
Dalam
kamus umum bahasa Indonesia, kata dasar perpustakaan ialah”pustaka” berarti
kitab,buku.[1]Perpustakaan
adalah suatu unit kerja dari suatu badan lembaga tertentu yang mengelola
bahan-bahan pustaka, baik berupa buku (non cetak) yang diatur secara sistematis
menurut aturan tertentu sehingga dapat digunakan sebagai sumber informasi dari
setiap pemakainya.[2]
Ada 2 aspek dari perpustakaan itu
sendiri. Pertama, dilihat dari aspek ilmu perpustakaan merupakan suatu disiplin
ilmu yaitu suatu ilmu pengetahuan yang tersusun rapi dan sistematis dan
menyangkut tujuan, objek, fungsi perpustakaan, juga fungsi metode, penyusunan,
teknik, dan teori yang diberikan dalam pemberian jasa perpustakaan. Aspek
kedua, perpustakaan sebagai objek berarti perpustakaan menjadi sasaran dari
hasil penerapan ilmu tersebut.
2.2
Pengertian Pustakawan
Pustakawan adalah orang yang bergerak di bidang perpustakaan atau
ahli perpustakaan. Selain itu, pustakawan juga bisa dikatakan bahwa seseorang
yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan
kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu
perpustakaan, dokumentasi dan informasi yang dimiliki..Dari pendapat diatas
dapat diketahui bahwa orang yang memiliki pendidikan perpustakaan atau ahli
perpustakaan atau tenaga profesional dibidang perpustakaan dab bekerja di
perpustakaan. Jadi pustakawan adalah seorang profesional atau ahli dalam bidang
perpustakaan dan bekerja mengembangkan perpustakaan.[3]
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Strategi
Pustakawan Dalam Menghadapi Pandangan Miring Masyarakat Awam Terhadap Profesi Pustakawan
3.1.1 Pustakawan
Sebagai Sebuah Profesi
Profesi adalah pekerjaan atau sebuah
sebutan pekerjaan, terutama pekerjaan yang memerlukan pendidikan atau latihan.
Profesi kepustakawanan adalah profesi yang
mengemban
pekerjaan diruang lingkup perpustakaan.[4]
Pustakawan diakui sebagai suatu
jabatan profesi dan sejajar dengan profesi-profesi lain seperti profesi
peneliti, guru, dosen, hakim,dokter dan lain-lain.Profesi secara umum diartikan
sebagai pekerjaan.Ada beberapa ciri dari suatu profesi seperti adanya sebuah
asosiasi atau organisasi keahlian, terdapat pola pendidikan yang jelas, adanya
kode etik profesi, berorientasi pada jasa, adanya tingkat kemandirian. Karena
pustakawan merupakan suatu profesi, maka untuk menjadi pustakawan seseorang
harus tunduk kepada ciri-ciri tersebut.[5]
Adapun ciri-ciri yang telah
disebutkan diatas dapat kita uraikan sebagai berikut:
A. Adanya sebuah asosiasi atau organisasi
keahlian.
Tenaga profesional berkumpul dalam sebuah organisasi
yang teratur dan benar-benar mewakili kepentingan profesi. Dalam dunia
pustakawan dikenal organisasi bernama Library Association (English), American
Library Association (AS), serta ikatan pustakawan Indonesia (IPI). Tidak setiap
organisasi selalu berhasil dalam perjuangannya membela profesi yang
bersangkutan.
B. Terdapat pola pendidikan profesi yang jelas
Struktur pendidikan pustakawan harus jelas. Bagi
sekolah perpustakaan yang belum mendapat akreditasi ALA (Organisasi Pustakawan Amerika) maka
lulusannya akan memperoleh kesulitan bila mencari pekerjaan karena persyaratan
pekerjaan lazimnya lulusan sekolah
perpustakaan yang diakui ALA. Dalam hal ini organisasi pustakawan Amerika (ALA)
lebih berhasil daripada rekannya di inggris atau indonesia, sebab ALA
menentukan kualifikasi pendidikan formal pustakawan.
C.Adanya Kode Etik
Kode
etik adalah sisstem norma nilai-nilai atau aturan profesional yang secara tegas
biasanya tertulis menyatakan apa yang benar dan apa yang baik. Jadi, ini
merupakan apa yang harus dilakukan oleh serang profesional dan apa yang harus
dihindari. Mengatur hubungan antara tenaga profesional dengan nasabah atau
rekan yang bersifat lebh sosial, bukan bisnis. Kode etik diperlkan karena
banyak hal yang belum dibahas dalam peraturan namun dijumpai dalam sehari-hari
serta untuk memastikan profesional akan memberikan layanan atau hasi kerja
dengan kualitas tertinggi dan paling baik untuk kliennya Jadi untk melindungi
para pemakai jasa dari perbuatan atau tindakan yang tidak profesional. Di
Indonesia Ikatan Putakawan telah memiliki kode etik pustakawan Indonesia.
D. Berorientasi Pada Jasa
Dengan
pengertian jasa perpustakaan dengan pembaca memerlukan pengetahuan dan teknik
khusus yang harus dimilika pustakawan. Jasa pustakawan yang diberikan pada
Pembaca Menyangkut masalah hidup dan budaya si pembaca. Namun sekarang muncul
profesi baru,pustakawan adalah pialang informasi artinya pustakawan jenis ini
lazimnya tidak bekerja di perpustakaan, mandiri, dan memiliki hubungan baik
dengan perpustakaan manapun.
E. Adanya
tingkat kemandirian
Sebagai tenaga profesional maka tenaga profesional harus mandiri, dalam
arti bebas dari campuran tangan pihak luar. Sifat kemandirian pustakawan
bersifat ganda,
artinya disatu pihak tidak dapat
mandiri (pustakawan bebas) namun dipihak lain ia
terkait
pada pemerintah sehingga sering disebut adanya kesetiaan ganda. Pustakawan
yang bekerja dipihak swasta
(perpustakaan khusus) sifat kemandiriannya kurang dari
pada
pustakawan yang bekerja dikantor pemerintah.
3.1.2 Peran Pustakawan
Merujuk
pada berbagai pasal yang ada dalam Undang-Undang Perpustakaan, keberadaan
pustakawan secara nyata diakui keberadaannya. Bahkan dalam bab satu ayat 8 menyebutkan dengan jelas bahwa
“pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui
pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan…”
Hal
ini tentu semakin menjelaskan bahwa saat ini dan ke depan pustakawan mempunyai
peran strategis dalam mewujudkan perpustakaan yang baik, terutama dalam rangka
upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentunya ini akan berdampak pada kesempatan
atau peluang pustakawan untuk mengembangkan karirnya dan juga sekaligus
tantangan bagi pustakawan untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara.
Berikut
ini beberapa penjelasan pasal menyangkut peran dan tantangan pustakawan.
Pertama, pada pasal 1 ayat (8) menyebutkan bahwa pustakawan adalah orang yang
memiliki kompetensi, artinya adalah pustakawan yang mempunyai kecakapan,
ketrampilan dan pengetahuan guna memberikan yang terbaik bagi pemustaka.
Kompetensi menjadi kunci bagi pustakawan untuk lebih berperan dalam
meningkatkan pelayanan perpustakaan. Artinya pustakawan dituntut untuk memiliki
kecakapan, ketrampilan dan pengetahuan yang cukup dalam pengelolaan dan
pelayanan perpustakaan, serta menguasai teknologi informasi dan komunikasi.
Kompetensi lain yang tidak kalah pentingnya adalah seorang pustakawan harus
bisa meyakinkan orang. Masyarakat akan melakukan aktivitas membaca kalau dia
sudah yakin bahwa membaca itu adalah merupakan sebuah kebutuhan.
Kedua,
pada pasal 3 disebutkan bahwa perpustakaan merupakan wahana pendidikan,
penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan
dan keberdayaan bangsa. Kemudian dilanjutkan pasal 4 yang menyebutkan peran
perpustakaan dalam meningkatkan kegemaran membaca, memperluas wawasan dan
pengetahuan. Hal ini mengandung makna bahwa sebagai pengelola perpustakaan,
pustakawan harus mampu menciptakan dan merealisasikan perpustakaan sebagai
wahana meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa serta mampu mendukung
program gemar membaca. Hal ini jelas sebuah tantangan bagi pustakawan dalam
menjalankan tugas dan perannya di masyarakat. Dengan fenomena masyarakat yang
serba ’klik’, pustakawan harus bisa memposisikan perpustakaan sebagai sebuah
sumber informasi yang bisa diakses dengan mudah.
Ketiga,
pada pasal 5 tentang hak masyarakat dijelaskan bagaimana masyarakat dimanapun
dan berlatar belakang apapun mempunyai hak untuk mendapatkan layanan
perpustakaan, melakukan pengawasan, dan mendirikan perpustakaan. Pasal ini
‘menuntut’ peran aktif pustakawan dalam lingkungan masyarakat manapun untuk
memberikan layanan perpustakaan yang terbaik yang merupakan hak masyarakat
secara luas.
Keempat,
pada pasal 7 ayat (1), pasal 8, pasal 11, dan pasal dalam bab tujuh (VII) yang
menjelaskan mengenai kewajiban pemerintah, standar nasional perpustakaan dan
jenis-jenis perpustakaan menunjukkan jaminan oleh pemerintah, institusi atau
pengambil kebijakan untuk menyelenggarakan perpustakaan dan layanan
perpustakaan yang baik, serta membina profesionalisme pustakawan. Hal ini
membuka peluang diakuinya pustakawan dan perannya di segala lapisan masyarakat
mulai dari desa, kota, sekolah, perguruan tinggi, dan bagian lain. Pasal di
atas diperkuat dalam pasal 52 tentang ketentuan sanksi bagi yang tidak
melaksanakan pasal-pasal di atas. Ini tentunya semakin menjamin posisi
perpustakaan dan peran pustakawan di berbagai daerah dan wilayah.
Kelima,
pada pasal 14 menjelaskan mengenai layanan prima, standar nasional
perpustakaan, pengembangan layanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi,
kerjasama antarperpustakaan, layanan perpustakaan terpadu, yang semua itu
berorientasi kepada kepentingan pemustaka. Pasal ini menjelaskan bagaimana
pentingnya pustakawan memberikan pelayanan secara baik, melakukan berbagai
inovasi dan pengembangan termasuk didalamnya memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa pustakawan dituntut untuk selalu
berpikir strategis dan menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Tuntutan
yang sama juga kembali dijelaskan pada pasal 32 tentang kewajiban tenaga
perpustakaan.
Keenam,
pada bab delapan tentang tenaga perpustakaan, pendidikan dan organisasi profesi
memperlihatkan bagaimana pengakuan terhadap posisi dan profesi pustakawan.
Bahkan dalam bab ini terdapat jaminan bahwa perpustakaan harus dipimpin oleh
pustakawan atau oleh tenaga ahli di bidang perpustakaan. Ini merupakan peluang
besar bagi pustakawan untuk semakin menunjukkan peran di bidang dan profesinya.
Selain itu pustakawan berkesempatan untuk mengaktualisasi diri, meningkatkan
karir, dan menjalin kerjasama dalam organisasi profesi.
Bercermin
pada kondisi dan Undang-Undang Perpustakaan di atas, maka saat ini peran yang
dapat diberikan oleh pustakawan diantaranya adalah mensosialisasikan keberadaan
Undang-Undang Perpustakaan ke segala lapisan masyarakat, secara proaktif
melakukan pengembangan diri dan kompetensi, mengaktualisasikan dalam organisasi
profesi, serta berperan aktif dalam masyarakat terutama dalam program-program
yang mendukung pembelajaran sepanjang hayat.
3.1.3
Profesionalisme Pustakawan
Apakah pustakawan sudah melaksanakan tugasnya dengan profesional? Fakta di
lapangan menunjukan bahwa masih ada pustakawan yang belum profesioanal dalam
pekerjaannya, berikut ini merupakan faktor pemicu ketidak profesinalisme pustakawan
dalam pekerjaan diantaranya adalah:
1.
Latar
belakang pendidikan pustakawan.
Latar
belakang pendidikan pustakawan yang non-perpustakaan sedikit banyak dapat
menghambat lancarnya kegiatan kerja sehingga profesionalisme pustakawan sebagai
tenaga fungsional diragukan. Pernyataan pustakawan merupakan tenaga profesional
yang menuntut keahlian khusus, sesuai dengan pernyataan Lasa HS yang mengatakan
bahwa pendidikan profesionl diarahkan terutama untuk pengusaan keahlian
tertentu. Dengan tujuan pengembangan profesi pustawakan itu sendiri sehingga
pustakawan mampu menduduki dan melaksanakan jabatan fungsional dengan baik.
Sehingga sedikit banyak dapat mengganggu kelancaran kegiatan di perpustakaan.
Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan beberapa upaya berupa, training
dan pelatihan secara continue sehingga pustakawan terlatih secara profesional.
2.
Ketidakmampuan
pustakawan dalam berkomunikasi dengan baik.
Penyebab
ketidakmampuan pustakawan dalam berkomunikasi diantaranya pustakawan tidak
percaya diri atau tidak yakin dengan kemampuannya, pustakawan tidak menguasai
bahasa dan yang lainnya. Komunikasi merupakan salah satu soft competency pustakawan,
Sri Rohyanti Zulaikha mengatakan bahwa salah satu soft competency diantaranya
adalah kemampuan komunikasi dan bagaimana berkomunikasi yang efektif karena
pustakawan adalah mitra intelektual yang memberikan jasa kepada pemakai.
Jadi seorang pustakawan harus ahli dalam berkomunikasi baik lisan maupun
tulisan. Sependapat dengan Lasa mengatakan bahwa seorang pustakawan yang
profesional adalah seorang manajer informasi yang menerapkan prinsip-prinsip
manajemen dalam pengelolaan perpustakaan terutama pada era informasi ini
dimana dituntut mampu dalam berkomunikasi ke segenap lapisan
masyarakat.merupakan manejerial ilmu untuk itu pustakawan dituntut mampu
berkomunikasi ilmiah secara lisan maupun tertulis.
Dapat dismpulkan bahwa komunikasi yang baik merupakan
modal utama untuk mendukung kelancaran interaksi yang baik pula antara
pustakawan dan pustakawan dengan pemustaka sehingga pekerjaan sebagai penyedia
jasa informasi dan penerima jasa informasi berjalan lancar. Selain itu dapat
dilakukan kegiatan pelatihan dan lomba menulis artikel, pidato, story
telling dengan tujuan pustakawan terlatih dan termotivasi untuk menulis
sehingga masalah komunikasi dapat diatasi.
3. Belum adanya
kesiapan pustakawan sebagai penyedia jasa informasi dalam arti pustakawan masih
menganggap dirinya hanya duduk diam menjaga koleksi. Ini disebabkan kurangnya
rasa ingin tahu dan rasa empati terhadap pekerjaan dan pengguna untuk itu perlu
diadakannya suatu pelatihan yang mengasah emotional intelligence
pusatakawan. Pelatihan ini bertujuan untuk memahami perasaan masing-masing dan
orang lain sekaligus dapat memotivasi diri untuk lebih peka terhadap
lingkungannya. Sri Rohyanti Zulaikha mengatakan bahwa ketrampilan profesi
pustakawan saat ini bukanlah penjaga koleksi tapi penyedia informasi, dengan media
informasi yang semakin beragam.
4. Pustakawan pasif atau kurang aktif
dalam perkembangan dunia informasi dan kemajuan teknologi informasi. Hal ini
dapat menyebabkan perpustakaan akan ketinggalan dalam pemanfaatan teknologi
informasi, jika pustakawan tidak mampu mengikuti perubahan dengan bijak maka
perpustakaan dengan sendirinya kurang diminati pengguna sekaligus tidak dapat
menyokong tujuan lembaga induknya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan
pelatihan tentang bagaimana menggunakan perangkat teknologi informasi yang pada
dasarnya pelatihan ini dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.
5. Pekerjaan pustakawan yang tidak
terarah dalam arti dalam penguasaaan ilmu perpustakaan yang serba general
dan setengah-setengah (unspecialist librarian). Hal ini dapat menghambat
kelancaran kerja sekaligus menghambat target yang telah disepakati. Dengan
spesialisasi dibidang ilmu tertentu mampu memahami kebutuhan penggunanya, untuk
mengatasi hal tersebut perlu dilakukan penempatan yang jelas (job descrption)
dengan memperhatikan keahlian masing-masing pustakawan selain itu dapat
dilakukan pelatihan sesuai dengan keahlian tersebut.
6. Pustakawan
yang tidak asertif terhadap pemustaka.
Asertif merupakan sebuah sikap yang mampu memahami orang lain tampa
menyinggung persaan orang tersebut. Jika pusatakawan mampu bertindak asertif
maka dapat tercipta iklim yang kondusif dan bersahabat. Sebagai wujud sikap
asertif pustakawan perlu memupuk rasa kasih sayang tanpa pamrih, mau menghargai
orang lain apa adanya, mau mengakui nilai-niai individualitas seseorang,
mempunyai komitment secara mutlak untuk menjaga hubungan, rasa penerimaan dan
memberi kesempatan kepada orang lain, dan action untuk menjaga hubungan
agar tetap harmonis
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perpustakaan adalah suatu unit kerja dari
suatu badan lembaga tertentu yang mengelola bahan-bahan pustaka, baik berupa
buku (non cetak) yang diatur secara sistematis menurut aturan tertentu sehingga
dapat digunakan sebagai sumber informasi dari setiap pemakainya.Pustakawan
adalah seorang profesional atau ahli dalam bidang perpustakaan dan bekerja
mengembangkan perpustakaan.
Profesi adalah pekerjaan atau sebuah
sebutan pekerjaan, terutama pekerjaan yang memerlukan pendidikan atau latihan.
Profesi kepustakawanan adalah profesi yang
mengembangkan pekerjaan diruang lingkup perpustakaan.
Pustakawan diakui sebagai suatu jabatan
profesi dan sejajar dengan profesi-profesi lain seperti profesi peneliti, guru,
dosen, hakim,dokter dan lain-lain.Profesi secara umum diartikan sebagai
pekerjaan.Ada beberapa ciri dari suatu profesi seperti adanya sebuah asosiasi
atau organisasi keahlian, terdapat pola pendidikan yang jelas, adanya kode etik
profesi, berorientasi pada jasa, adanya tingkat kemandirian. Karena pustakawan
merupakan suatu profesi, maka untuk menjadi pustakawan seseorang harus tunduk
kepada ciri-ciri tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abdur Rahman Saleh, Percikan Pemikiran di Bidang Kepustakawanan,
(Jakarta: Sagung Seto,2011)
Ibrahim Bafadal, Pengelolaan Perpustakaan Sekolah,(Jakarta:Bumi
Aksara,1992), hal.5
Jazimatul Husna, Perpustakaan dan Social Soft Skill Bagi Difabel,(Yogyakarta:Cetta
Media,2013),hal.26-27
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta:Balai
Pustaka,1987), hal.335
[1] W.J.S
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta:Balai Pustaka,1987),
hal.335
[2] Ibrahim
Bafadal, Pengelolaan Perpustakaan Sekolah,(Jakarta:Bumi Aksara,1992), hal.5
[3] Jazimatul
Husna, Perpustakaan dan Social Soft Skill Bagi Difabel,(Yogyakarta:Cetta
Media,2013),hal.26-27
[5] Abdur Rahman
Saleh, Percikan Pemikiran di Bidang Kepustakawanan, (Jakarta: Sagung
Seto,2011),Hal.138
Post a Comment