Selamat datang Iskandar Menulis.Com

Featured post

Membangun Hubungan Interpersonal Antara Pustakawan Dan Pemustaka

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Konsep perpustakaan sebagai sebuah kesatuan organisasi yang terstuktur dalam tujuanya m...

Strategi Pustakawan Dalam Menghadapi Pandangan Miring Masyarakat Awam Terhadap Profesi Pustakawan

Wednesday, 3 February 20160 comments




BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Masyarakat lebih ‘mengenal’ pustakawan dengan sebutan “staf” di perpustakaan, “pegawai” di perpustakaan atau bahkan ‘penjaga buku di perpustakaan’. Anggapan itu seolah-olah membenarkan bahwa pustakawan bukanlah profesi, pustakawan bukanlah sebuah pekerjaan yang memerlukan keahlian tertentu, pustakawan hanyalah tenaga teknis yang sama dengan tenaga teknis lainnya atau tenaga administrasi lainnya. Singkatnya pustakawan bukanlah pekerjaan yang “bergengsi” dan “dikenal” oleh masyarakat secara luas. Begitulah pertanyaaan, pernyataan, dan penilaian yang sangat buruk sekali dari masyarakat yang berpikiran sempit.
Jika hanya sekedar menjaga buku kenapa harus jadi sarjana ? Disinilah yang saya anggap kebutaan masyarakat awam, masyarakat yang tidak mengerti betapa pentingnya ilmu perpustakaan dan figur dari Pustakawan. Perpustakaan adalah organisasi yang mengumpulkan bahan informasi baik yang tercetak maupun yang terekam. Disinilah tugas yang nyata bagi seorang pustakawan yaitu mengelolah, mengorganisasikan, dan memperbaharui informasi.
Jika seorang pustakawan tidak mempunyai ilmu,bagaimana ia bisa mengelolah bahan pustaka jangankan mengelolah, menata dan mengklasifikasikan buku sesuai dengan tempat nya pun tidak mungkin akan bisa dilakukan. Ilmu perpustakaan tidak hanya mengajarkan yang berkaitan dengan perpustakaan saja, bahkan dari semua segi bentuk ilmu pun dirangkum didalam ilmu perpustakaan ini. Semakin majunya zaman, semakin canggihnya teknologi, maka semakin pesat juga semua hal yang dicampur adukan dengan teknologi dan perpustakaan.
Dewasa ini perpustakaan tidak hanya harus berkunjung ketempatnya langsung, tapi bisa juga di akses lewat komputer ( Digital library ).Jadi pustakawan bukanlah suatu profesi yang memiliki eksistensi dan image yang rendah namun ternyata lulusan ilmu perpustakaan tidak hanya harus bekerja di perpustakaan saja, melainkan di bank atau juga di kantor-kantor besar dan yang terkenal sekalipun lulusan ilmu perpustakaan tetap di pakai.


BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Pengertian Perpustakaan
            Dalam kamus umum bahasa Indonesia, kata dasar perpustakaan ialah”pustaka” berarti kitab,buku.[1]Perpustakaan adalah suatu unit kerja dari suatu badan lembaga tertentu yang mengelola bahan-bahan pustaka, baik berupa buku (non cetak) yang diatur secara sistematis menurut aturan tertentu sehingga dapat digunakan sebagai sumber informasi dari setiap pemakainya.[2]
            Ada 2 aspek dari perpustakaan itu sendiri. Pertama, dilihat dari aspek ilmu perpustakaan merupakan suatu disiplin ilmu yaitu suatu ilmu pengetahuan yang tersusun rapi dan sistematis dan menyangkut tujuan, objek, fungsi perpustakaan, juga fungsi metode, penyusunan, teknik, dan teori yang diberikan dalam pemberian jasa perpustakaan. Aspek kedua, perpustakaan sebagai objek berarti perpustakaan menjadi sasaran dari hasil penerapan ilmu tersebut.

2.2 Pengertian Pustakawan
            Pustakawan adalah orang yang bergerak di bidang perpustakaan atau ahli perpustakaan. Selain itu, pustakawan juga bisa dikatakan bahwa seseorang yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu perpustakaan, dokumentasi dan informasi yang dimiliki..Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa orang yang memiliki pendidikan perpustakaan atau ahli perpustakaan atau tenaga profesional dibidang perpustakaan dab bekerja di perpustakaan. Jadi pustakawan adalah seorang profesional atau ahli dalam bidang perpustakaan dan bekerja mengembangkan perpustakaan.[3]
           


BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Strategi Pustakawan Dalam Menghadapi Pandangan Miring Masyarakat Awam   Terhadap Profesi Pustakawan
       3.1.1 Pustakawan Sebagai Sebuah Profesi
            Profesi adalah pekerjaan atau sebuah sebutan pekerjaan, terutama pekerjaan yang memerlukan pendidikan atau latihan. Profesi kepustakawanan adalah profesi yang
mengemban pekerjaan diruang lingkup perpustakaan.[4]
Pustakawan diakui sebagai suatu jabatan profesi dan sejajar dengan profesi-profesi lain seperti profesi peneliti, guru, dosen, hakim,dokter dan lain-lain.Profesi secara umum diartikan sebagai pekerjaan.Ada beberapa ciri dari suatu profesi seperti adanya sebuah asosiasi atau organisasi keahlian, terdapat pola pendidikan yang jelas, adanya kode etik profesi, berorientasi pada jasa, adanya tingkat kemandirian. Karena pustakawan merupakan suatu profesi, maka untuk menjadi pustakawan seseorang harus tunduk kepada ciri-ciri tersebut.[5]
Adapun ciri-ciri yang telah disebutkan diatas dapat kita uraikan sebagai berikut:
A.     Adanya sebuah asosiasi atau organisasi keahlian.
Tenaga profesional berkumpul dalam sebuah organisasi yang teratur dan benar-benar mewakili kepentingan profesi. Dalam dunia pustakawan dikenal organisasi bernama Library Association (English), American Library Association (AS), serta ikatan pustakawan Indonesia (IPI). Tidak setiap organisasi selalu berhasil dalam perjuangannya membela profesi yang bersangkutan.

B. Terdapat pola pendidikan profesi yang jelas
Struktur pendidikan pustakawan harus jelas. Bagi sekolah perpustakaan yang belum mendapat akreditasi ALA (Organisasi Pustakawan Amerika) maka lulusannya akan memperoleh kesulitan bila mencari pekerjaan karena persyaratan pekerjaan lazimnya lulusan sekolah perpustakaan yang diakui ALA. Dalam hal ini organisasi pustakawan Amerika (ALA) lebih berhasil daripada rekannya di inggris atau indonesia, sebab ALA menentukan kualifikasi pendidikan formal pustakawan.

C.Adanya Kode Etik
                 Kode etik adalah sisstem norma nilai-nilai atau aturan profesional yang secara tegas biasanya tertulis menyatakan apa yang benar dan apa yang baik. Jadi, ini merupakan apa yang harus dilakukan oleh serang profesional dan apa yang harus dihindari. Mengatur hubungan antara tenaga profesional dengan nasabah atau rekan yang bersifat lebh sosial, bukan bisnis. Kode etik diperlkan karena banyak hal yang belum dibahas dalam peraturan namun dijumpai dalam sehari-hari serta untuk memastikan profesional akan memberikan layanan atau hasi kerja dengan kualitas tertinggi dan paling baik untuk kliennya Jadi untk melindungi para pemakai jasa dari perbuatan atau tindakan yang tidak profesional. Di Indonesia Ikatan Putakawan telah memiliki kode etik pustakawan Indonesia.

D. Berorientasi Pada Jasa
                 Dengan pengertian jasa perpustakaan dengan pembaca memerlukan pengetahuan dan teknik khusus yang harus dimilika pustakawan. Jasa pustakawan yang diberikan pada Pembaca Menyangkut masalah hidup dan budaya si pembaca. Namun sekarang muncul profesi baru,pustakawan adalah pialang informasi artinya pustakawan jenis ini lazimnya tidak bekerja di perpustakaan, mandiri, dan memiliki hubungan baik dengan perpustakaan manapun.

E. Adanya tingkat kemandirian
Sebagai tenaga profesional maka tenaga profesional harus mandiri, dalam arti bebas dari campuran tangan pihak luar. Sifat kemandirian pustakawan bersifat ganda,
artinya disatu pihak tidak dapat mandiri (pustakawan bebas) namun dipihak lain ia
            terkait pada pemerintah sehingga sering disebut adanya kesetiaan ganda. Pustakawan
yang bekerja dipihak swasta (perpustakaan khusus) sifat kemandiriannya kurang dari
pada pustakawan yang bekerja dikantor pemerintah.




3.1.2 Peran Pustakawan
Merujuk pada berbagai pasal yang ada dalam Undang-Undang Perpustakaan, keberadaan pustakawan secara nyata diakui keberadaannya. Bahkan dalam bab satu     ayat 8 menyebutkan dengan jelas bahwa “pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan…”
Hal ini tentu semakin menjelaskan bahwa saat ini dan ke depan pustakawan mempunyai peran strategis dalam mewujudkan perpustakaan yang baik, terutama dalam rangka upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentunya ini akan berdampak pada kesempatan atau peluang pustakawan untuk mengembangkan karirnya dan juga sekaligus tantangan bagi pustakawan untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara.
Berikut ini beberapa penjelasan pasal menyangkut peran dan tantangan pustakawan. Pertama, pada pasal 1 ayat (8) menyebutkan bahwa pustakawan adalah orang yang memiliki kompetensi, artinya adalah pustakawan yang mempunyai kecakapan, ketrampilan dan pengetahuan guna memberikan yang terbaik bagi pemustaka. Kompetensi menjadi kunci bagi pustakawan untuk lebih berperan dalam meningkatkan pelayanan perpustakaan. Artinya pustakawan dituntut untuk memiliki kecakapan, ketrampilan dan pengetahuan yang cukup dalam pengelolaan dan pelayanan perpustakaan, serta menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Kompetensi lain yang tidak kalah pentingnya adalah seorang pustakawan harus bisa meyakinkan orang. Masyarakat akan melakukan aktivitas membaca kalau dia sudah yakin bahwa membaca itu adalah merupakan sebuah kebutuhan.
Kedua, pada pasal 3 disebutkan bahwa perpustakaan merupakan wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa. Kemudian dilanjutkan pasal 4 yang menyebutkan peran perpustakaan dalam meningkatkan kegemaran membaca, memperluas wawasan dan pengetahuan. Hal ini mengandung makna bahwa sebagai pengelola perpustakaan, pustakawan harus mampu menciptakan dan merealisasikan perpustakaan sebagai wahana meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa serta mampu mendukung program gemar membaca. Hal ini jelas sebuah tantangan bagi pustakawan dalam menjalankan tugas dan perannya di masyarakat. Dengan fenomena masyarakat yang serba ’klik’, pustakawan harus bisa memposisikan perpustakaan sebagai sebuah sumber informasi yang bisa diakses dengan mudah.
Ketiga, pada pasal 5 tentang hak masyarakat dijelaskan bagaimana masyarakat dimanapun dan berlatar belakang apapun mempunyai hak untuk mendapatkan layanan perpustakaan, melakukan pengawasan, dan mendirikan perpustakaan. Pasal ini ‘menuntut’ peran aktif pustakawan dalam lingkungan masyarakat manapun untuk memberikan layanan perpustakaan yang terbaik yang merupakan hak masyarakat secara luas.
Keempat, pada pasal 7 ayat (1), pasal 8, pasal 11, dan pasal dalam bab tujuh (VII) yang menjelaskan mengenai kewajiban pemerintah, standar nasional perpustakaan dan jenis-jenis perpustakaan menunjukkan jaminan oleh pemerintah, institusi atau pengambil kebijakan untuk menyelenggarakan perpustakaan dan layanan perpustakaan yang baik, serta membina profesionalisme pustakawan. Hal ini membuka peluang diakuinya pustakawan dan perannya di segala lapisan masyarakat mulai dari desa, kota, sekolah, perguruan tinggi, dan bagian lain. Pasal di atas diperkuat dalam pasal 52 tentang ketentuan sanksi bagi yang tidak melaksanakan pasal-pasal di atas. Ini tentunya semakin menjamin posisi perpustakaan dan peran pustakawan di berbagai daerah dan wilayah.
Kelima, pada pasal 14 menjelaskan mengenai layanan prima, standar nasional perpustakaan, pengembangan layanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi, kerjasama antarperpustakaan, layanan perpustakaan terpadu, yang semua itu berorientasi kepada kepentingan pemustaka. Pasal ini menjelaskan bagaimana pentingnya pustakawan memberikan pelayanan secara baik, melakukan berbagai inovasi dan pengembangan termasuk didalamnya memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa pustakawan dituntut untuk selalu berpikir strategis dan menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Tuntutan yang sama juga kembali dijelaskan pada pasal 32 tentang kewajiban tenaga perpustakaan.
Keenam, pada bab delapan tentang tenaga perpustakaan, pendidikan dan organisasi profesi memperlihatkan bagaimana pengakuan terhadap posisi dan profesi pustakawan. Bahkan dalam bab ini terdapat jaminan bahwa perpustakaan harus dipimpin oleh pustakawan atau oleh tenaga ahli di bidang perpustakaan. Ini merupakan peluang besar bagi pustakawan untuk semakin menunjukkan peran di bidang dan profesinya. Selain itu pustakawan berkesempatan untuk mengaktualisasi diri, meningkatkan karir, dan menjalin kerjasama dalam organisasi profesi.
Bercermin pada kondisi dan Undang-Undang Perpustakaan di atas, maka saat ini peran yang dapat diberikan oleh pustakawan diantaranya adalah mensosialisasikan keberadaan Undang-Undang Perpustakaan ke segala lapisan masyarakat, secara proaktif melakukan pengembangan diri dan kompetensi, mengaktualisasikan dalam organisasi profesi, serta berperan aktif dalam masyarakat terutama dalam program-program yang mendukung pembelajaran sepanjang hayat.

3.1.3 Profesionalisme Pustakawan
Apakah pustakawan sudah melaksanakan tugasnya dengan profesional? Fakta di lapangan menunjukan bahwa masih ada pustakawan yang belum profesioanal dalam pekerjaannya, berikut ini merupakan faktor pemicu ketidak profesinalisme pustakawan dalam pekerjaan diantaranya adalah:
1.    Latar belakang pendidikan pustakawan.
Latar belakang pendidikan pustakawan yang non-perpustakaan sedikit banyak dapat menghambat lancarnya kegiatan kerja sehingga profesionalisme pustakawan sebagai tenaga fungsional diragukan. Pernyataan pustakawan merupakan tenaga profesional yang menuntut keahlian khusus, sesuai dengan pernyataan Lasa HS yang mengatakan bahwa pendidikan profesionl diarahkan terutama untuk pengusaan keahlian tertentu. Dengan tujuan pengembangan profesi pustawakan itu sendiri sehingga pustakawan mampu menduduki dan melaksanakan jabatan fungsional dengan baik. Sehingga sedikit banyak dapat mengganggu kelancaran kegiatan di perpustakaan. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan beberapa upaya berupa, training dan pelatihan secara continue sehingga pustakawan terlatih secara profesional.
    2.    Ketidakmampuan pustakawan dalam berkomunikasi dengan baik.
    Penyebab ketidakmampuan pustakawan dalam berkomunikasi diantaranya pustakawan tidak percaya diri atau tidak yakin dengan kemampuannya, pustakawan tidak menguasai bahasa dan yang lainnya. Komunikasi merupakan salah satu soft competency pustakawan, Sri Rohyanti Zulaikha mengatakan bahwa salah satu soft competency diantaranya adalah kemampuan komunikasi dan bagaimana berkomunikasi yang efektif karena pustakawan adalah  mitra intelektual yang memberikan jasa kepada pemakai. Jadi seorang pustakawan harus ahli dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Sependapat dengan Lasa mengatakan bahwa seorang pustakawan yang profesional adalah seorang manajer informasi yang menerapkan prinsip-prinsip manajemen dalam pengelolaan perpustakaan terutama pada era informasi ini dimana  dituntut mampu dalam berkomunikasi ke segenap lapisan masyarakat.merupakan manejerial ilmu untuk itu pustakawan dituntut mampu berkomunikasi ilmiah secara lisan maupun tertulis.
Dapat dismpulkan bahwa komunikasi yang baik merupakan modal utama untuk mendukung kelancaran interaksi yang baik pula antara pustakawan dan pustakawan dengan pemustaka sehingga pekerjaan sebagai penyedia jasa informasi dan penerima jasa informasi berjalan lancar. Selain itu dapat dilakukan kegiatan pelatihan dan lomba menulis artikel, pidato, story telling dengan tujuan pustakawan terlatih dan termotivasi untuk menulis sehingga masalah komunikasi dapat diatasi. 
 3.  Belum adanya kesiapan pustakawan sebagai penyedia jasa informasi dalam arti pustakawan masih menganggap dirinya hanya duduk diam menjaga koleksi. Ini disebabkan kurangnya rasa ingin tahu dan rasa empati terhadap pekerjaan dan pengguna untuk itu perlu diadakannya suatu pelatihan yang mengasah emotional intelligence pusatakawan. Pelatihan ini bertujuan untuk memahami perasaan masing-masing dan orang lain sekaligus dapat memotivasi diri untuk lebih peka terhadap lingkungannya. Sri Rohyanti Zulaikha mengatakan bahwa ketrampilan profesi pustakawan saat ini bukanlah penjaga koleksi tapi penyedia informasi, dengan media informasi yang semakin beragam.
4.   Pustakawan pasif atau kurang aktif dalam perkembangan dunia informasi dan kemajuan teknologi informasi. Hal ini dapat menyebabkan perpustakaan akan ketinggalan dalam pemanfaatan teknologi informasi, jika pustakawan tidak mampu mengikuti perubahan dengan bijak maka perpustakaan dengan sendirinya kurang diminati pengguna sekaligus tidak dapat menyokong tujuan lembaga induknya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan pelatihan tentang bagaimana menggunakan perangkat teknologi informasi yang pada dasarnya pelatihan ini dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan.
5.   Pekerjaan pustakawan yang tidak terarah dalam arti dalam penguasaaan ilmu perpustakaan yang serba general dan setengah-setengah (unspecialist librarian). Hal ini dapat menghambat kelancaran kerja sekaligus menghambat target yang telah disepakati. Dengan spesialisasi dibidang ilmu tertentu mampu memahami kebutuhan penggunanya, untuk mengatasi hal tersebut perlu dilakukan penempatan yang jelas (job descrption) dengan memperhatikan keahlian masing-masing pustakawan selain itu dapat dilakukan pelatihan sesuai dengan keahlian tersebut.
6.    Pustakawan yang tidak asertif  terhadap pemustaka.
     Asertif merupakan sebuah sikap yang mampu memahami orang lain tampa menyinggung persaan orang tersebut. Jika pusatakawan mampu bertindak asertif maka dapat tercipta iklim yang kondusif dan bersahabat. Sebagai wujud sikap asertif pustakawan perlu memupuk rasa kasih sayang tanpa pamrih, mau menghargai orang lain apa adanya, mau mengakui nilai-niai individualitas seseorang, mempunyai komitment secara mutlak untuk menjaga hubungan, rasa penerimaan dan memberi kesempatan kepada orang lain, dan action untuk menjaga hubungan agar tetap harmonis













BAB IV
PENUTUP

  4.1 Kesimpulan
            Perpustakaan adalah suatu unit kerja dari suatu badan lembaga tertentu yang mengelola bahan-bahan pustaka, baik berupa buku (non cetak) yang diatur secara sistematis menurut aturan tertentu sehingga dapat digunakan sebagai sumber informasi dari setiap pemakainya.Pustakawan adalah seorang profesional atau ahli dalam bidang perpustakaan dan bekerja mengembangkan perpustakaan.
            Profesi adalah pekerjaan atau sebuah sebutan pekerjaan, terutama pekerjaan yang memerlukan pendidikan atau latihan. Profesi kepustakawanan adalah profesi yang
     mengembangkan pekerjaan diruang lingkup perpustakaan.
            Pustakawan diakui sebagai suatu jabatan profesi dan sejajar dengan profesi-profesi lain seperti profesi peneliti, guru, dosen, hakim,dokter dan lain-lain.Profesi secara umum diartikan sebagai pekerjaan.Ada beberapa ciri dari suatu profesi seperti adanya sebuah asosiasi atau organisasi keahlian, terdapat pola pendidikan yang jelas, adanya kode etik profesi, berorientasi pada jasa, adanya tingkat kemandirian. Karena pustakawan merupakan suatu profesi, maka untuk menjadi pustakawan seseorang harus tunduk kepada ciri-ciri tersebut.















DAFTAR PUSTAKA
Abdur Rahman Saleh, Percikan Pemikiran di Bidang Kepustakawanan, (Jakarta: Sagung Seto,2011)
Ibrahim Bafadal, Pengelolaan Perpustakaan Sekolah,(Jakarta:Bumi Aksara,1992), hal.5
Jazimatul Husna, Perpustakaan dan Social Soft Skill Bagi Difabel,(Yogyakarta:Cetta Media,2013),hal.26-27
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta:Balai Pustaka,1987), hal.335



[1] W.J.S Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta:Balai Pustaka,1987), hal.335
[2] Ibrahim Bafadal, Pengelolaan Perpustakaan Sekolah,(Jakarta:Bumi Aksara,1992), hal.5
[3] Jazimatul Husna, Perpustakaan dan Social Soft Skill Bagi Difabel,(Yogyakarta:Cetta Media,2013),hal.26-27
[5] Abdur Rahman Saleh, Percikan Pemikiran di Bidang Kepustakawanan, (Jakarta: Sagung Seto,2011),Hal.138
Share this article :

Post a Comment

 
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger