Selamat datang Iskandar Menulis.Com

Featured post

Membangun Hubungan Interpersonal Antara Pustakawan Dan Pemustaka

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Konsep perpustakaan sebagai sebuah kesatuan organisasi yang terstuktur dalam tujuanya m...

PEMELIHARAAN DAN PENGAWETAN BAHAN PUSTAKA: FUMIGASI, DEASIDIFIKASI DAN LAMINASI

Wednesday, 29 July 20151comments

Makalah Pelestarian Dan Pengawetan Koleksi


PEMELIHARAAN DAN PENGAWETAN BAHAN PUSTAKA:
FUMIGASI, DEASIDIFIKASI DAN LAMINASI



KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang ”Pemeliharaan Dan Pengawetan Bahan Pustaka: Fumigasi, Deasidifikasi Dan Laminasi”. Shalawat beriring salam tak lupa pula disanjung sajikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan menuju ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang kita rasakan di zaman modern ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun, agar kedepannya penulis dapat membuat makalah yang lebih baik.


Banda Aceh, 03 Juni 2015

Kelompok 4






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................        i
DAFTAR ISI..........................................................................................................        ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................        1
1.1  Latar Belakang................................................................................        1
1.2  Rumusan Masalah...........................................................................        2
1.3  Tujuan Masalah...............................................................................        2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................        3
2.1   Fumigasi.........................................................................................        3
2.1.1           Pengertian Fumigasi.............................................................        3
2.1.2           Alat Perlengkapan Fumigasi................................................        3
2.1.3           Proses Fumigasi.......................................................................... 5
2.1.4           Tahap Akhir Fumigasi.......................................................... 6
2.2   Deasidifikasi..................................................................................        7
2.2.1           Pengertian Deasidifikasi.......................................................       7
2.2.2           Pengukuran Keasaman Pada Kertas.....................................       7
2.2.3           Alat Pengukur Keasaman.....................................................       8
2.2.4           Bahan-Bahan Yang Dipakai.................................................      10
2.2.5           Proses Deasidifikasi..............................................................      10
2.3   Laminasi.........................................................................................       12
2.3.1        Pengertian Laminasi.............................................................        12
2.3.2        Teknik Laminasi...................................................................        12
BAB IV PENUTUP ..............................................................................................        15
3.1  Kesimpulan ...................................................................................        15

DAFTAR PUSTAKA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang
            Pelestarian merupakan upaya pemeliharaan, perawatan, pengawetan, perbaikan dan reproduksi agar koleksi bahan perpustakaan berdaya guna secara maksimal atau lebih luasnya melestarikan bahan perpustakaan selama mungkin untuk kepentingan generasi yang akan datang. Kegiatan ini mencakup pelestarian bentuk fisik maupun pelesatarian kandungan informasi yang ada.
            Pada umumnya kondisi kertas koleksi perpustakaan dan arsip dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, koleksi yang kondisinya masih baik dalam arti bentuknya masih utuh, warnanya belum berubah dan masih kuat. Kedua, koleksi yang kondisinya sudah rusak atau berpenyakit dalam arti sobek-sobek, berlubang-lubang karena dimakan serangga, mengandung asam yang relatif tinggi, rapuh dan terkena noda. Untuk kertas yang kondisinya masih baik, harus dipelihara dengan menyimpannya pada tempat yang memenuhi syarat. Sedangkan untuk kertas yang kondisinya sudah rusak dan berpenyakit, harus dilakukan tindakan pengobatan dan perbaikan.
            Adapun tindakan pengobatan dan perbaikan berupa membersihkan debu/kotoran, fumigasi untuk mematikan insek dan jamur dengan maksud melakukan tindakan pengasapan yang bertujuan mencegah, mengobati dan mensterilkan bahan pustaka, deasidifikasi untuk menghilangkan asam yaitu melestarikan bahan pustaka dengan cara menghentikan proses keasaman yang terdapat pada kertas dan melindungi kertas terhadap pengaruh asam dari luar, perbaikan laminasi yaitu menutup satu lembar kertas atau dokumen diantara dua lembar bahan penguat.
            Cara tersebut cocok dan tepat apabila dipergunakan untuk kertas-kertas yang sudah tidak dapat diperbaiki dengan cara-cara lain seperti menambal, menyambung, penjilidan dan sebagainya, dengan demikian kertas menjadi bertambah kuat. Biasanya kertas atau dokumen yang dilaminasi adalah yang sudah tua, berwarna kuning, coklat, berbau apek, kotor, berdebu dan sebagainya oleh karena pengaruh lingkungan dan bertambahnya derajat keasaman
1.2.   Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari fumigasi, deasidifikasi dan laminasi?
2.      Apa-apa saja alat perlengkapan dari fumigasi?
3.      Apa-apa saja proses dari fumigasi?
4.      Bagaimana tahap akhir dari fumigasi?
5.      Bagaimana cara pengukuran keasaman pada kertas?
6.      Apa-apa saja bahan yang dipakai dalam proses deasidifikasi?
7.      Bagaimana proses dari deasidifikasi?
8.      Apa-apa saja teknik yang digunakan dalam proses laminasi?

1.3.   Tujuan Masalah
1.      Pembaca dapat mengetahui pengertian dari fumigasi, alat perlengkapan apa saja yang digunakan pada fumigasi, proses apa saja yang terdapat pada fumigasi, serta mengetahui bagaimana tahap akhir dari fumigasi.
2.      Memberikan penjelasan kepada pengguna mengenai laminasi, serta teknik apa saja yang digunakan dalam proses laminasi.











BAB II
PEMBAHASAN

2.1.   Fumigasi
2.1.1        Pengertian Fumigasi
Fumigasi merupakan suatu tindakan pengasapan yang bertujuan mencegah, mengobati dan mensterilkan bahan pustaka. Mencegah dimaksudkan tindakan yang dilakukan supaya kerusakan lebih lanjut dapat dihindari. Mengobati artinya mematikan atau membunuh serangga, kuman dan sejenisnya yang telah menyerang dan merusak bahan pustaka, dan mensterilkan diartikan menetralisasi keadaan seperti menghilangkan bau busuk dan timbul dari bahan pustaka, menyegarkan udara atau bisa menimbulkan gangguan atau penyakit.
Seperti serangga yang meliputi silver fish, kecoa, kutu buku, rayap, ngegat dan sejenisnya adalah binatang perusak benda-benda organik atau musuh bahan pustaka. Bila dibiarkan bahan pustaka mengalami kerusakan yang cukup parah, bahkan mungkin tidak bisa diperbaiki kembali.
Untuk itu perlu adanya langkah-langka tindakan pencegahan, pengobatan maupun pembasmian terhadap perusak atau musuh-musuh bahan pustaka tersebut, dan salah satu diantaranya dengan cara fumigasi.
2.1.2        Alat Perlengkapan Fumigasi
Oleh karena itu diperlukan tahap-tahap sebagai berikut:
a.       Ruangan Fumigasi
·         Dapat berbentuk permanen atau bila tidak memungkinkan bisa juga dalam bentuk darurat, yang disesuaikan dengan instalasi yang diperlukan sesuai kebutuhan.
·         Untuk ruangan yang permanen dapat dilengkapi dengan instalasi pipa gas, dua buah blower, di mana satu buah berfungsi memasukkan udara bersih, dan satu buah sisanya untuk membantu mengeluarkan sia-sisa gas yang terdapat dalam ruangan, blower tersebut terakhir harus mempunyai saluaran penbuang gas di atas atap/bangunan tertinggi.
·         Untuk ruangan darurat dapat terbuat dari bahan kayu, logam dan sejenisnya yang bisa berbentuk lemari ataupun kotak, sebagai contoh ukuran sederhana; panjang 1,20 cm, lebar 0,75 cm dan tingginya 1,60 cm.
·         Ruangan tidak tembus uadara (kedap udara), agar upaya tidak terjadi kebocoran gas pada waktu  pelaksanaan fumigasi, oleh karena itu sebelum fumigan dimasukan maka semua lubang, celah atau retakan perlu ditutup dengan plester tape.

b.      Alat untuk petugas
·         Jas laboratorium, yang dapat melindungi seluruh bagian badan.
·         Sarung tangan, agar terhindar dari pengaruh bahan kimia.
·         Masker gas, usahakan yang lengkap dengan tabung zat asam atau bisa tabung anti gas beracun.
·         Lampu halida atau gas detektor, untuk mengetahui atau cek kembali apakah di bagian luar ruang fumigasi ada kebocoran gas yang keluar, terutama pada sambungan antara tabung gas dengan pipa, celah-celah pintu, lubang kunci, dinding-dinding pembatas, dan sabagainya.

c.       Bahan-bahan kimia
      Penggunaan bahan kimia dapat disesuaikan dengan jenis ruangan yang dimiliki ataupun kemampuannya petugas. Beberapa bahan kimia yang dapat dipergunakan membunuh serangga, antara lain:
·         Carbon disulfida (CS2)
·         Carbon tetra chloride (CCl4)
·         Methyl bromide (CH3Br)
·         Thymol cristal, dan lain-lain.


2.1.3        Proses Fumigasi
a.       Persiapan Fumigasi
      Persiapan yang perlu dilakukan adalah mengatur bahan pustaka yang akan difumigasi bahan kimianya. Sebaiknya buku-buku diatur sedemikian rupa dalam posisi berdiri dan terbuka, dengan demikian setiap lembar dari buku-buku tersebut dapat dicapai oleh gas pembasmi hama secara merata, sebaliknya kalau buku dibiarkan ditaruh begitu saja maka bagian yang tertutup/terlipat akan sulit dicapai oleh gas pembasmi, sehingga dimungkinkan serangga yang tersembunyi masih dapat hidup.
b.      Pelaksanaan Fumigasi
      Dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti tersebut di atas, yang sudah disesuaikan dengan kondisi ruangan dan memperhatikan kemampuan petugas fumigasi yang dimiliki, maka perlu diperhatikan beberapa hal:
·         Bila menggunakan CS2 dan CCl4  dengan komposisi 1:1, dari setiap liter bahan yang dapat dituangkan ke dalam nampan,dapat dipergunakan untuk ruangan lebih kurang 2 M3, dan memerlukan waktu fumigasi selama satu minggu.
·         Bila mempergunakan CH3Br dimanabahan dalam bentuk gas dengan alat bantu tabung gas, instalasi pipa, timbangan dan sebagainya, maka setiap 1 M3 ruangan diperlukan 16-32 gram, dan memerlukan waktufumigasi selama 48 jam.
·         Bila mempergunakan thymol crystal, maka untuk 1 M3 ruangan memerlukan bahan 50 gram, dan biarkan bahan pustaka buku berada dalam ruangan selama 48 jam.
·         Bila mempergunakan napthaline 810 gram, fumigasi dapat berlangsung selama 14 hari.
·         Bila mempergunakan phospine (PH3), memerlukan 1-2 tablet per M3, dan memerlukan waktu fumigasi selama 3-5 hari.





2.1.4          Tahap Akhir Fumigasi
Sesudah berlangsung pelaksanaan fumigasi sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, maka satu buah blower pembuang gas dapat dinyalakan terlebih dahulu dan beberapa saat kemudian menyusul blower penyerap udara bersih, dan biarkan beberapa saat  lamanya sampai dirasa aman dan udara bersih (bila perlu 24 jam), untuk kemudian barulah bahan pustaka buku diambil dan disusun kembali ke tempatnya.
Usahakan tempat atau rak yang tersedia untuk menempatkan buku-buku sehabis difumigasi hendaklah disemprot dan dibersihkan dengan insektisida, agar tempat tersebut menjamin buku-buku yang sudah difumigasi bebas kuman.
Dengan demikian fumigasi dilakukan dengan jalan memasukkan fumigant dalam konsentrasi yang cukup untuk mematikan jamur/serangga ke dalam ruangan yang tertutup, dalam waktu tertentu. Untuk itu keberhasilan fumigasi akan tergantung dari jenis fumigant, konsentrasi gas dalam ruangan tertutup dan lamanya proses fumigasi berlangsung. Fumigant adalah bahan kimia yang pada temperatur dan tekanan tertentu akan berubah menjadi gas yang dapat mematikan jamur atau serangga, sifat fumigant antara lain berupa gas, sangat beracun sebagai racun pernafasan dan sebagainya.
Setelah gas dilepaskan sebagian ke dalam ruangan fumigasi, untuk mengetahui ada atau tidaknya kebocoran gas, perlu dideteksi dengan gas detektor atau bisa juga dengan lampu halida di bagian luar ruang fumigasi terutama sambungan antara tabung dengan pipa, celah pintu, lubang kunci, dan lain sebagainya. Kemudian setelah diketahui tidak ada kebocoran, maka proses pengisian pelepasan gas diteruskan sampai mencapai dosis atau konsentrasi yang ditentukan di mana dosis untuk fumigasi arsip atau kertas berkisar antara 16-32 gram per M3. Akhirnya pintu diberi tanda peringatan “Awas proses fumigasi sedang berlangsung” atau bisa juga dengan gambar tengkorak, diikuti dengan tulisan “Awas gas beracun”.
Dengan demikian, setiap petugas fumigasi harus betul-betul sudah terlatih dan berpengalaman mengetahui sifat fisik maupun bahan kimianya, serta mengetahui cara-cara mengatasinya bila timbul bahaya. Oleh karena itu, kalau dirasa tidak mengenal betul, terutama tentang sifat bahan kimia yang akan dipergunakan, sebaiknya tugas-tugas tersebut dapat diserahkan kepada instansi yang berwenang atau kepada pihak perusahaan yang bergerak dibidang itu dan bila tidak memiliki ruang khusus untuk fumigasi maka fumigasi dapat dilaksanakan dalam ruang penyimpanan buku, dengan fumigasi secara frontal atau menyeluruh, tentu saja pihak perusahaan sudah dapat mengatur sedemikian rupa.
Perusahaan yang profesional di dalam mengurus dan melakukan kegiatan fumigasi atau pembasmian hama atau serangga adalah perusahaan yang tergabung dalam Ikatan Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia (Indonesian Pest Control Association) yang disingkat IPPHAMI, yang berkantor pusat di ibukota Jakarta.[1]

2.2.  Deasidifikasi
2.2.1        Pengertian Deasidifikasi
Deasidifikasi adalah pelestarian bahan pustaka dengan cara menghentikan proses keasaman yang terdapat pada kertas. Dalam proses pembuatan kertas, ada campuran zat kimia yang apabila zat tersebut terkena udara luar, membuat kertas menjadi asam yang akan merusak kertas. Sebelum dilakukannya deasidifikasi, terlebih dahulu dilakukan uji keasaman terhadap kertas dengan menggunakan pH meter, kertas pH atau spidol pH.[2] Deasidifikasi juga dapat diartikan sebagai cara untuk menetralkan asam yang sedang merusak kertas dan memberi bahan penahan (buffer) untuk melindungi kertas dari pengaruh asam yang berasal dari luar.
2.2.2        Pengukuran Keasaman Pada Kertas
Asam pada kertas dapat dinetralkan dengan basa, kedua zat ini dapat bereaksi menghasilkan garam netral. Garam ini nanti akan bertindak sebagai buffer untuk melindungi kertas dari kerusakan lebih lanjut. Deasidifikasi tidak dapat memprerkuat kertas yang sudah rapuh oleh pengaruh asam, cara ini hanya dapat menghilangkan asam yang sudah ada dan melindungi kertas dari kontaminasi asam dari berbagai sumber.
Untuk menetukan sifat asam atau basa suatu bahan, dipakai derajat kesamaan yang disingkat pH. Asam yang mempunyai pH antara 0-7 dan basa antara 7-14, pH 7 adalah netral. Kalau pH kartas lebih kecil dari 7, berarti kertas tersebut bersifat asam. Jika pH kertas berada diantara 4-5, ini menunjukan bahwa kondisi kertas itu sangat parah. Untuk mengetahui derajat kesamaan pada suatu kertas, satu titik pada permukaan kertas dibasahi dengan air suling, kemudian pH nya diukur dengan pH meter atau kertas indikator universal yang mempunyai skala pH.
Dalam melakukan deasidifikasi, kita harus harus hati-hati karena deasidifikasi yang tidak terkotrol, umpamanya konsentrasi basa yang dipakai terlalu besar, akan menyebabkan kertas malah menjadi rusak. Deasidifikasi yang paling baik adalah merubah pH kertas yang mula-mula kurang dari 7 menjadi 7 sampai 8,5. Jika pH kertas lebih besar dari 9, akan mengakibatkan terhidrolisanya selulosa dalam suasana alkali.  Oleh sebab itu, konsentrasi basa yang dipakai harus sebanding dengan asam yang ada dalam kertas untuk mengahasilkan garam netral dan tidak terjadi kelebihan basa.
2.2.3        Alat Pengukur Keasaman
Adapun alat ukur yang digunakan dalam mengukur keasaman, antara lain:
a.    pH Meter
pH meter adalah jenis alat ukur untuk mengukur derajat keasaman atau kebasaan. Alat tersebut terdiri dari sensor sebagai pendeteksi keasaman dan kebasaan, di mana data yang diperoleh dari pendeteksian oleh sensor tersebut akan ditampilkan ke transmiter, selanjutnya transmiter mengirim data tersebut ke ruang DCS (Distribution Control System), sehingga data tersebut dapat dibaca oleh operator pada ruang kontrol.[3]
Pada pH meter ini ada elektroda khusus yang berfungsi untuk mengukur pH bahan-bahan semi padat, elektroda (probe  pengukur) terhubung ke sebuah alat elektronik yang mengukur dan menampilkan nilai pH. Probe adalah bagian yang sangat penting dari pH Meter, itu adalah batang seperti struktur biasanya terdiri dari kaca. Di bagian bawah probe ada bola lampu, bola lampu adalah bagian sensitif dari probe yang berisi sensor.
b.   Lakmus (Kertas pH)
Lakmus adalah suatu kertas dari bahan kimia yang akan berubah warna jika dicelupkan kedalam larutan asam atau basa. Untuk kertas buku, gunakanlah kertas pH yang merupakan kertas yang ujungnya peka terhadap tingkat keasaman kertas yang ditempelkan padanya. Kertas ini akan bereaksi jika kedua sisi yang menempel basah. Sehingga dibutuhkan cairan untuk menentukan/ atau menggunakan kertas pH tersebut.
Warna yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kadar pH dalam larutan yang ada. Warna kertas lakmus dalam larutan asam, larutan basa, dan larutan bersifat netral berbeda. Ada dua macam kertas lakmus, yaitu lakmus merah dan lakmus biru. Sifat dari masing-masing kertas lakmus tersebut sebagai berikut:
·         Lakmus merah dalam larutan asam berwarna merah dan dalam larutan basa berwarna biru dan dalam larutan netral berwarna merah.
·         Lakmus biru dalam larutan asam berwarna merah dan dalam larutan basa berwarna biru dan dalam larutan netral berwarna biru.
·         Metil merah dalam larutan asam berwarna merah dan dalam larutan basa berwarna kuning dan dalam larutan netral berwarna kuning.
·         Metil jingga dalam larutan asam berwarna merah dan dalam larutan basa berwarna kuning dan dalam larutan netral berwarna kuning.
·         Fenolftalin dalam larutan basa berwarna merah.

c.       Spidol pH
Selain itu, untuk mengukur tingkat keasaman pada buku, juga bisa menggunakan spidol pH, yaitu dengan cara menggoreskan alat tersebut pada buku, dan warna goresan tersebut yang menentukan tingkat keasamannya.




2.2.4        Bahan-Bahan Yang Dipakai
Ada beberapa larutan yang bersifat basa yang digunakan oleh para ahli konservasi kertas. Dan bahan-bahan ini cukup baik untuk menetralkan asam yang terkandung dalam kertas, yaitu:
·         Kalsium hidroksida, kalsium karbonat, magnesium hidroksida dan magnesium karbonat yang digunakan oleh Barrow.
·         Magnesium methoxide oleh Smith.
·         Barium hidroksida oleh Baynes-Cope.

2.2.5        Proses Deasidifikasi
a.       Proses deasidifikasi dengan larutan Kalsimum hidroksida dan Magnesium bikarbonat yang dilakukan oleh Barrow sebagai berikut:
·         Pertama-tama kertas direndam dalam air kapur (kalsium hidroksida) 0,15 % selama 20 menit. Bahan ini untuk menetralkan asam, kemudian kertas tadi direndam lagi dalam larutan kalsium bikarbonat 0,2% selama 20 menit. Setelah perendaman ini, pada permukan kertas mengandung endapan halus kalsium karbonat yang bertindak sebagai buffer untuk melindungi kertas dari asam.
·         Alternative lain yang dilakukan oleh Barrow adalah menggunakan hanya satu macam larutan untuk deasidifikasi yaitu larutan magnesium bikarbonat. Larutan ini dihasilkan dari reaksi antara magnesium karbonat yang tidak larut dalam air dengan gas karbon dioksida.    
Tidak semua kertas dapat direndam dalam larutan bahan kimia seperti diatas, karena kertas yang ditulis dengan tinta tertentu akan luntur dengan air. Deasidifikasi kertas dengan kondisi seperti ini dilakukan dengan jalan menyemprotkan permukaan kertas dengan larutan barium hidroksida dalam methyl alcohol. Untuk keperluan ini, ditimbang 19 gram Ba (OH)2. 8H2O, kemudian dilarutkan dalam 1 liter alcohol. Cara pengeringannya dapat dilakukan dalam rak-rak atau digantung. Barium hidroksida yang menempel pada permukaan kertas selain untuk menetralkan asam, juga dapat melindungi dari kertas pengeruh gas-gas pencemar.
b.      Proses deasidifikasi dengan larutan Magnesium methoxide yang dilakukan oleh Smith sebagai berikut:
Selain dari bahan tersebut diatas, Richard Smith menggunakan larutan Magnesium methoxide 5% dalam metil alkohol untuk deasidifikasi. Dalam proses ini magnesium methoxide berubah menjadi magnesium hidropsida dalam air. Selama pengeringan, magnesium hidroksida pada permukaan kertas berubah menjadi magnesium karbonat oleh gas karbon dioksida dari udara. Pada proses ini PH bisa mencapai 8.
Metil Alkohol merupakan bahan yang beracun, oleh sebab itu Smith mencoba membuat larutan methoxide dengan campuran bahan metil alkohol (1 bagian) dan trichloromonof luoromethane (3 bagian) yang tidak beracun dan tidak cepat menguap, sehingga memungkinkan magnesium methoxide dapat mengendap dalam pori-pori kertas. Setelah dikeringkan dengan jalan penguapan, magnesium methoxide dengan uap air yang diserap oleh kertas dari udara membentuk magnesium hidrokside dan metil alkohol.
c.       Proses deasidifikasi dengan larutan barium hidroksida yang digunakan oleh Baynes-Cope mempunyai 2 kelemahan, yaitu:
·         Bahan ini tidak dapat menghilangkan asam poly glucorunic yang terbentuk dari hasil reaksi fotokimia selulosa pada kertas. Asalm poly glucuronic ini bereaksi dengan barium hidrokside membentuk garam barium yang tidak stabil, dengan CO2 dari udara akan berubah perlahan-lahan menjadi asam bebas dan BaCO3. Pada mulanya PH bisa mencapai 8, tapi setelah satu atau dua tahun PH turun menjadi 6.
·         Barium hidroksida dan metil alkohol adalah bahan yang beracun, oleh sebab itu penyomprotan dengan bahan ini harus dilakukan dalam lemari asam atau ruangan yang mempunyai fentilasi yang sempurna.[4]



2.3.   Laminasi
2.3.1        Pengertian Laminasi
Bentuk lain tindakan perbaikan bahan pustaka khususnya kertas dan arsip yang mengalami kerusakan, terutama kertas yang sudah rusak parah, rapuh, sobek, tua dan sebagainya. Jika dalam keadaan seperti ini bahan pustaka yang dipakai akan menambah atau mengalami kerusakan yang lebih parah. Jalan keluarnya adalah dengan cara perbaikan laminasi.
Laminasi berarti menutup satu lembar kertas atau dokumen diantara dua lembar bahan penguat. Cara tersebut cocok dan tepat apabila dipergunakan untuk kertas-kertas yang sudah tidak dapat diperbaiki dengan cara-cara lain seperti menambal, menyambung, penjilidan dan sebagainya, dengan demikian kertas menjadi bertambah kuat.
Biasanya kertas atau dokumen yang dilaminasi adalah yang sudah tua, berwarna kuning, coklat, berbau apek, kotor, berdebu dan sebagainya oleh karena pengaruh lingkungan dan bertambahnya derajat keasaman.[5]
2.3.2           Teknik Laminasi
a.       Laminasi dengan tangan
Teknik laminasi dengan tangan ini dikenal sebagai “ Kathpalia Process”. Proses pekerjaannya sangat sederhana dan mudah, sesuai dengan namanya hanya cukup dengan tangan.
Bahan-bahan yang diperlukan berikut peralatan kerjanya adalah sebagai berikut:
·         Kertas tisu (tissue paper)
·         Cellulose acetate foil
·         Kertas atau arsip (berada ditengah)
·         Kertas tisu

Cara bekerjanya:
Susunlah dengan rapi kertas atau arsip seperti tersebut di atas, kemudian ambillah kuas atau bisa juga kapas dan celupkan ke dalam acetone yang sudah tersedia.
Sapukan kuas tersebut dan sedikit lebih ditekan, dari bagian tengah kepinggir sampai rata dan begitu juga halaman sebaliknya. Untuk memperoleh hasil laminasi yang baik, lapisilah dengan kertas pembatas atau kertas minyak dan tindihlah dengan alat pres atau papan maka hasilnya akan terlihat rapi.
b.      Laminasi dengan mesin pres panas
Bahan-bahan yang diperlukan berikut peralatan kerjanya, sebagai berikut:
·         Kertas lamatec atau bisa juga kertas kromton
·         Mesin pres panas
·         Solder atau seterika
Cara bekerjanya:
Kertas atau arsip yang akan dilaminasi diletakkan di antara dua lembar kertas kromton atau lamatec. Agar kertas tidak menempel pada mesin pres panas, maka lembar kertas bagian atas dan bawah bisa dilapisi dengan kertas silicon (wax paper). Untuk kemudian lapisan yang tersusun rapi tersebut dapat dimasukkan ke dalam mesin pres pemanas, yang terlebih dahulu sudah di atur pada suhu/temperatur lebih kurang 88 C, dan biarkan selama 15 sampai 30 detik, dan selesailah pekerjaan laminasi.
Penggunaan solder atau seterika listrik diperlukan bilamana kertas/arsip  yang akan dilaminasi dalam kondisi rusak, tidak teratur, selalu bergeser dan sebagainya. Untuk itu diperlukan kerapian agar supaya arsip atau kertas-kertas tidak bergeser sebelum dimasukkan ke dalam mesin. Dengan cara satu persatu kertas yang sobek dan tidak beraturan tersebut ditata dan dilekatkan dengan alat solder atau seterika, sehingga bila diangkat, bergerak dan dimasukkan ke dalam mesin tidak akan bergeser dari tempatnya dan siap dilaminasi.

c.       Laminasi dengan filmoplast
Bahan-bahan yang diperlukan berikut peralatan kerjanya, sebagai berikut:
·         Mesin rol
·         Kertas filmoplast
Cara bekerjanya:
Dua buah/rol kertas filmoplast yang tersusun dalam mesin rol siap berputar, terletak dibagian atas dan bawah, kemudian kertas atau dokumen yang akan dilaminasi diletakkan di antara dua lembaran filmoplast tersebut dan melalui mesin rol filmoplast bergerak bersama kertas atau dokumen, sehingga berbentuk lekatan yang kuat dalam satu lembar laminasi. Filmoplast adalah sejenis kertas stiker, bilamana kertas bagian luar dibuka tinggallah sejenis plastic yang mengandung lem.
Untuk memperoleh hasil yang baik, baik laminasi dengan tangan, maupun dengan mesin pres panas atau dengan filmoplast, setelah proses laminasi, masing-masing lembar dilapisi dengan kertas pembatas atau kertas minyak tindih dengan alat pres atau papan, maka hasilnya akan terlihat rapi. Apabila kertas, arsip ataupun dokumen aslinya berupa buku-buku berjilid atau bisa juga lembaran-lembaran lepas yang akan dibuat buku terjilid, oleh karena sifat plastik yang tidak mudah dilem dengan perekat biasa, maka dalam pelaksanaannya lembaran-lembaran tersebut disusun dua lembar sekaligus berdampingan sesuai dengan nomor halaman yang diinginkan, sehingga nantinya terbentuk dua lembar yang dilipat menjadi kateran-kateran. Dengan teknik jilid jahid, akan menghasilkan buku-buku yang sudah dilaminasi dengan hasil baik dan memuaskan.[6]



BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1.      Fumigasi
Fumigasi merupakan suatu tindakan pengasapan yang bertujuan mencegah, mengobati dan mensterilkan bahan pustaka.
Oleh karena itu diperlukan tahap-tahap sebagai berikut:
a.       Ruangan Fumigasi
b.      Alat untuk petugas
c.       Bahan-bahan kimia
     Persiapan yang perlu dilakukan adalah mengatur bahan pustaka yang akan difumigasi bahan kimianya. Sebaiknya buku-buku diatur sedemikian rupa dalam posisi berdiri dan terbuka, dengan demikian setiap lembar dari buku-buku tersebut dapat dicapai oleh gas pembasmi hama secara merata, sebaliknya kalau buku dibiarkan ditaruh begitu saja maka bagian yang tertutup/terlipat akan sulit dicapai oleh gas pembasmi, sehingga dimungkinkan serangga yang tersembunyi masih dapat hidup.
     Sesudah berlangsung pelaksanaan fumigasi sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, maka satu buah blower pembuang gas dapat dinyalakan terlebih dahulu dan beberapa saat kemudian menyusul blower penyerap udara bersih, dan biarkan beberapa saat  lamanya sampai dirasa aman dan udara bersih (bila perlu 24 jam), untuk kemudian barulah bahan pustaka buku diambil dan disusun kembali ke tempatnya.



2.      Deasidifikasi
Deasidifikasi adalah pelestarian bahan pustaka dengan cara menghentikan proses keasaman yang terdapat pada kertas.
Untuk menetukan sifat asam atau basa suatu bahan, dipakai derajat kesamaan yang disingkat pH. Asam yang mempunyai pH antara 0-7 dan basa antara 7-14, pH 7 adalah netral. Kalau pH kartas lebih kecil dari 7, berarti kertas tersebut bersifat asam. Jika pH kertas berada diantara 4-5, ini menunjukan bahwa kondisi kertas itu sangat parah. Untuk mengetahui derajat kesamaan pada suatu kertas, satu titik pada permukaan kertas dibasahi dengan air suling, kemudian pH nya diukur dengan PH meter atau kertas indikator universal yang mempunyai skala PH.
Alat yang digunakan untuk mengukur keasaman yaitu pH meter, kertas pH dan spidol pH
Bahan-bahan yang dipakai antara lain:
·         Kalsium hidroksida, kalsium karbonat, magnesium hidroksida dan magnesium karbonat yang digunakan oleh Barrow.
·         Magnesium methoxide oleh Smith.
·         Barium hidroksida oleh Baynes-Cope.

3.      Laminasi
     Laminasi berarti menutup satu lembar kertas atau dokumen diantara dua lembar bahan penguat.
     Adapun teknik laminasi antara lain:
a.       Teknik laminasi dengan tangan dikenal sebagai “ Kathpalia Process”. Proses pekerjaannya sangat sederhana dan mudah, sesuai dengan namanya hanya cukup dengan tangan.
b.      Laminasi dengan mesin pres panas.
c.       Laminasi dengan filmoplast

DAFTAR PUSTAKA

Muhammadin Razak, Pelestarian Bahan Pustaka Dan Arsip, (Jakarta: Diterbitkan dengan dukungan dana dari Yayasan Ford Oleh Program Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, 1992)













[1]               Muhammadin Razak, Pelestarian Bahan Pustaka Dan Arsip, (Jakarta: Diterbitkan dengan dukungan dana dari Yayasan Ford Oleh Program Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, 1992), hal. 39-42
[2]               http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/126194-RB13N438p-Pelestarian%20koleksi-Literatur.pdf, diunduh 08/05/2015, waktu: 06:30


[3] http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18255/6/Cover.pdf, diunduh pada tanggal 02-06-2015, waktu: 11:11
[4]               Muhammadin Razak, Pelestarian Bahan Pustaka Dan Arsip, (Jakarta: Diterbitkan dengan dukungan dana dari Yayasan Ford Oleh Program Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, 1992), hal. 43-45
[5]               http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28286/3/Chapter%20II.pdf, diunduh 08/05/2015, waktu: 11:04

[6]                Muhammadin Razak, Pelestarian Bahan Pustaka Dan Arsip, (Jakarta: Diterbitkan dengan dukungan dana dari Yayasan Ford Oleh Program Pelestarian Bahan Pustaka dan Arsip, 1992), hal. 54-56
Share this article :

+ comments + 1 comments

2 October 2018 at 19:55

Hello, saya mau tanya apakah ada tempat khusus yang bisa deasidifikasi kertas? mohon infonya, terimakasih

Post a Comment

 
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger