Selamat datang Iskandar Menulis.Com

Featured post

Membangun Hubungan Interpersonal Antara Pustakawan Dan Pemustaka

BAB I PENDAHULUAN A.     Latar Belakang Konsep perpustakaan sebagai sebuah kesatuan organisasi yang terstuktur dalam tujuanya m...

MAKALAH MAJELIS PERTIMBANGAN KODE ETIK

Wednesday, 3 December 20140 comments



MAJELIS PERTIMBANGAN KODE ETIK

a)      Pengertian Etika dan Kode Etik
            Etika berasal dari bahasa Yunani. Menurut etimologi berasal dari kata Ethos yang artinya kebiasaan atau tingkah laku manusia. Dalam Bahasa Inggris disebut Ethis yang artinya sebagai ukuran tingkah laku atau prilaku manusia yang baik, yakni tindakan manusia yang tepat yang harus dilaksanakan oleh manusia itu sesuai dengan etika moral pada umumya. Etika merupakan suatu cabang ilmu filsafat yang mengatur prinsip-prinsip tentang moral dan tentang baik buruknya suatu perilaku.
            Etika merupakan aplikasi atau penerapam teori tentang filosofi moral kedalam situasi nyata dan berfokus pada prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak yang menggunakan istilah etik untuk menggambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya dengan kode etik professional.
            Sedangkan Kode Etik itu sendiri adalah suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi.
            Kode Etik merupakan norma-norma yang harus dilaksanakan oleh setiap profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan di dalam kehidupan di masyarakat.
            Maka secara sederhana juga dapat dikatakan bahwa etika adalah disiplin yang mempelajari tentang baik buruknya sikap tindakan atau perilaku.

b)     Tujuan Kode Profesi adalah :
  1. Untuk Menjunjung Tinggi Martabat dan Citra Profesi
  2. Untuk Menjunjung Tinggi dan Memelihara Kesejahteraan Para Anggotanya
  3. Untuk Meningkatkan Pengabdian Para Anggota Profesi
  4. Untuk Meningkatkan Mutu Profesi

            Di dalam pelaksanaannya penetapan kode etik IBI harus dilakukan oleh kongres IBI. Hal ini terjadi karena kode etik suatu organisasi akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi, jika semua orang menjalankan profesi yang sama tersebut tergabung dalam suatu organisasi profesi. Hal ini menjadi lebih tegas dengan pengertian bahwa apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi maka secara otomatis dia tergabung dalam suatu organisasi atau ikatan profesi. Apabila hal ini dapat dilaksanakan dengan baik maka barulah ada suatu jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik dapat dikenakan sangsi dalam menjalankan tugasnya.
            Sehubung dengan pelaksanaan Kode Etik Profesi, bisan di bantu oleh suatu lembaga yang disebut Majelis Pertimbangan Kode Etik Bidan Indonesia dan Majelis Pertimbangan Etika Profesi Bidan Indonesia. Dalam organisasi IBI terdapat Majelis Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA).


c)      Dasar Penyusunan Majelis Pertimbangan Etika Profesi
            Dasar penyusunan Majelis Pertimbangan Etika Profesi adalah Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etik Pelayanan Medis (MP2EPM), yang meliputi:
  1. Kepmenkes RI no. 1464/Menkes/X/2010
Memberikan pertimbangan, pembinaan, pengawasan, dan mengikut sertakan terhadap semuaprofesi tenaga kesehatan dan sarana pelayanan medis.
  1. Peraturan Pemerintah no. 1464 Tahun 2010 BAB V Pasal 21
Pembinaan dan pengawasan terhadap dokter, dokter gigi dan tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya untuk meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan
  1. Surat keputusan Menteri Kesehatan no. 640/Menkes/Per/X/1991, tentang pembentukan MP2EPM

Dasar Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan atau MDTK adalah sebagai berikut:
  1. Pasal 14 Ayat 1 UUD 1945
  2. UU no. 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
  3. KEPRES tahun 1995 Tentang Pembentukan MDTK

Tugas Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) adalah meneliti dan menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan.

·         Tugas dan Wewenang MP2EPM Wilayah Pusat
  1. Memberi pertimbangan tentang etik dan standar profesi tenaga kesehatan kepada Menteri
  2. Membina, mengembangkan dan mengawasi secara aktif pelaksanaan kode etik kedokteran gigi, perawat, bidan, sarjana farmasi dan rumah sakit.
  3. Menyelesaikan persoalan, menerima rujukan dan mengadakan konsultasi dengan instansi terkait.
  4. MP2EMP pusat atas Menteri yang berwenang mereka yang ditunjuk mengurus persoalan etik tenaga kesehatan

·         Tugas dan Wewenang MP2EPM Wilayah Propinsi
  1. Menerima dan memberi pertimbangan, mengawasi persoalan kode etik dan mengadakan konsultasi dengan instasi terkait dengan persoalan kode etik.
  2. Memberi nasihat, membina dan mengembangkan serta mengawasi secara aktif etik tenaga profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya bekerja sama dengan organisasi profesi seperti IDI, PDGI, PPNI, IBI, ISFI, PRSW2.
  3. Memberi pertimbangan dan saran kepada instansi terkait.
  4. MP2EPM propinsi atas nama kepala kantor wilayah departemen kesehatan propinsi berwenang memanggil mereka yang bersangkutan dalam suatu etik profesi.

d)     Majelis Etika Profesi Bidan

1.      Pengertian Majelis Etika Profesi
            Pengertian majelis etika profesi merupakan badan perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hukum. Realisasi Majelis Etika Profesi Bidan (MPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA).
            Pelaksanaan tugas bidan dibatasi oleh norma, etika dan agama. Tetapi apabila ada kesalahan dan menimbulkan konflik etik, maka diperlukan wadah untuk menentukan standar profesi, prosedur yang baku dan kode etik yang di sepakati, maka perlu di bentuk Majelis Etika Bidan, yaitu MPEB dan MPA.
            Tujuan dibentuknya Majelis Etika Bidan adalah untuk memberikan perlindungan yang seimbang dan objektif kepada Bidan dan Penerima Pelayanan.

2.      Unsur-Unsur Majelis Pertimbangan Etika Bidan
MPEB merupakan badan perlindungan hukum terhadap para bidan sehubungan dengan adanya tuntutan dari klien akibat pelayanan yang diberikan dan tidak melakukan indikasi penyimpangan hukum.
Latar belakang dibentuknya Majelis Pertimbangan Etika Bidan atau MPEB adalah adanya unsur-unsur pihak-pihak terkait:
  1. Pemeriksa pelayanan untuk pasien
  2. Sarana pelayanan kesehatan
  3. Tenaga pemberi pelayanan yaitu bidan

3.      Tujuan MPEB

Tujuan Pembentukan MPEB
                 Tujuan dibentuknya Majelis Pertimbangan Etika Bidan adalah untuk memberikan perlindungan yang seimbang dan objektif kepada bidan dan penerima pelayanan.
              Dengan kata lain, untuk memberikan keadilan pada bidan bila terjadi kesalahpahaman dengan pasien atas pelayanan yang tidak memuaskan yang bisa menimbulkan tuntutan dari pihak pasien. Dengan catatan, bidan sudah melakukan tugasnya sesuai dengan standar kompetensi bidan dan sesuai dengan standar praktek bidan.

Tujuan Keberadaan MPEB, yaitu:
  1. Meningkatkan Citra IBI dalam meningkatkan Mutu Pelayanan yang diberikan.
  2. Terbentuknya lembaga yang akan menilai ada atau tidaknya pelanggaran terhadap kode etik bidan Indonesia.
  3. Meningkatkan Kepercayaan diri anggota IBI.
  4. Meningkatkan kepecayaan masyarakat terhadap bidan dalam memberikan pelayanan.


4.      Lingkup Majelis Etika Kebidanan, meliputi:
  • Melakukan peningkatan fungsi pengetahuan sesuai standar profesi pelayanan bidan (Permenkes No. 1464/Menkes/PER/2010/tahun 2010).
  • Melakukan supervise lapangan, termasuk tentang teknis dan pelaksanaan praktik, termasukpenyimpangan yang terjadi. Apakah pelaksanaan praktik bidan sesuai dengan Standar Praktik Bidan, Standar Profesi dan Standar Pelayanan Kebidanan, juga batas-batas kewenangan bidan.
  • Membuat pertimbangan bila terjadi kasus-kasus dalam praktik kebidanan.
  • Melakukan pembinaan dan pelatihan tentang umum kesehatan, khususnya yang berkaitan atau melandasi praktik bidan.

5.      Perorganisasian Majelis Etik Kebidanan, adalah sebagai berikut:
  • Majelis etik kebidanan merupakan lembaga organisasi yang mandiri, otonom dan non struktural.
  • Majelis etik kebidanan dibentuk ditingkat propinsi dan pusat.
  • Majelis etik kebidanan pusat berkedudukan di ibu kota negara dan majelis etik kebidanan propinsi berkedudukan di ibu kota propinsi.
  • Majelis etik kebidanan pusat dan propinsi dibantu oleh sekretaris.
  • Jumlah anggota masing-masing terdiri dari lima orang
  • Masa bakti anggota majelis etik kebidanan selama tiga tahun dan sesudahnya, jika berdasarkan evaluasi masih memenuhi ketentuan yang berlaku, maka anggota tersebut dapat dipilih kembali.
  • Anggota majelis etik kebidanan diangkat dan diberhentikan oleh menteri kesehatan
  • Susunan organisasi majelis etik kebidanan terdiri dari:
  1. Ketua dengan kualifikasi mempunyai kompetensi tambahan dibidang hukum
  2. Sekretaris merangkap anggota
  3. Anggota majelis etik bidan

6.      Tugas MPEB
MPEB dan MPA merupakan majelis independen yang berkonsultasi dan berkoordinasi dengan pengurus inti dalam IBI tingkat nasional. MPEB secara internal memberikan saran, pendapat dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan aggota.
DPEB dan MPA memiliki tugas antara lain:
  1. Mengkaji
  2. Menangani
  3. Mendampingi anggota yang mengalami permasalahan dalam praktek kebidanan yang berkaitan dengan permasalahan hukum.
            Dalam menjalankan tugasnya, sehubungan dengan pelaksanaan kode etik profesi, bidan dibantu oleh suatu lembaga yang disebut Majelis Pertimbangan Kode Etik Bidan Indonesia dan Majelis Pertimbangan Etika Profesi Bidan Indonesia.


Tugas secara umum ialah:
  1. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidang sesuai dengan ketetapan pengurus pusat.
  2. Melaporkan hasil kegiatan di bidang tugasnya secara berkala.
  3. Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas pengurus pusat.
  4. Membentuk tim teknis sesuai kebutuhan, tugas dan tanggung jawabnya ditentukan pengurus.

Tugas Majelis Etik Kebidanan adalah sebagai berikut:
  • Meneliti dan menentukan ada tidaknya kesalahan atau kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh bidan
  • Penilaian didasarkan atas permintaan pejabat, pasien dan keluarga yang dirugikan oleh pelayanan kebidanan
  • Permohonan secara tertulis dan disertai data-data
  • Keputusan tingkat propinsi bersifat final dan bisa konsultasi ke majelis etik kebidanan pada tingkat pusat
  • Sidang majelis etik kebidanan paling lambat tujuh hari, setelah diterima pengaduan. Pelaksanaan sidang menghadirkan dan meminta keterangan dari bidan dan saksi-saksi
  • Keputusan paling lambat 60 hari dan kemudian disampaikan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang
  • Biaya dibebankan pada anggaran pimpinan pusat IBI atau pimpinan daerah IBI ditingkat propinsi

7.      Peran
Majelis Pertimbangan Etika Bidan (MPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA) secara internal berperan memberikan saran, pendapat dan buah pikiran tentang masalah pelik yang sedang dihadapi khususnya yang menyangkut pelaksanaan kode etik bidan dan pembelaan anggota.

8.      Fungsi
Dewan Pertimbangan Etika Bidan (DPEB) dan Majelis Pembelaan Anggota (MPA) memiliki fungsi, antara lain:
  1. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan bidan sesuai dengan ketetapan pengurus pusat
  2. Melaporkan hasil kegiatan sesuai dengan bidang dan tugasnya secara berkala
  3. Memberikan saran dan pertimbangan yang perlu dalam rangka tugas pengurus pusat
  4. Membentuk Tim Teknis sesuai dengan kebutuhan

e)    Tugas dan Wewenang MP2EPM Wilayah Pusat
1.      Memberi pertimbangan tentang etik dan standar profesi tenaga kesehatan kepada menteri
2.      Membina, mengembangkan, dan mengawasi secara aktif pelaksanaan kode etik kedokteran gigi, perawat, bidan, sarjana farmasi, dan rumah sakit.
3.      Menyelesaikan persoalan, menerima rujukan dan mengadakan konsultasi dengan instasi terkait
4.      MP2EPM pusat atas Menteri yang berwenang mereka yang ditunjuk mengurus persoalan etik tenaga kesehatan.

f)      Tugas dan Wewenang MP2EPM Wilayah Propinsi
1.      Menerima dan memberi pertimbangan, mengawasi persoalan kode etik, dan mengadakan konsultasi dengan instansi terkait dengan persoalan kode etik.
2.      Memberi nasihat, membina dan mengembangkan serta mengawasi secara aktif etik profesi tenaga kesehatan dalam wilayahnya bekerjasama dengan organisasi profesi seperti IDI, PDGI, PPNI, IBI, ISFI, PRS21
3.      Memberi pertimbangan dan saran kepada instansi terkait.
4.      MP2EPM propinsi atas nama Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi berwenang memanggil mereka yang bersangkutan dalam suatu etik profesi.


g)     Badan Konsil Kebidanan
Dalam organisasi profesi bidan Indonesia hingga saat ini belum terbentuk badan konsil kebidanan. Secara konseptual badan konsil merupakan badan yang dibentuk dalam rangka melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Konsil kebidanan Indonesia merupakan lembaga otonom dan independent, bertanggung jawab kepada President sebagai Kepala Negara.

1.      Tugas Badan Konsil Kebidanan
a.       Melakukan registrasi tenaga bidan
b.      Menetapkan standar pendidikan bidan
c.       Menapis dan merumuskan arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
d.      Melakukan pembinaan terhadap pelanggaran praktik kebidanan.
Konsil kebidanan Indonesia berfungsi mengatur, menetapkan serta membina tenaga bidan yang menjalankan praktik kebidanan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

2.      Wewenang badan konsil kebidanan meliputi:
a.       Menetapkan standar kompetensi bidan
b.      Menguji persyaratan registrasi bidan
c.       Menyetujui dan menolak permohonan registrasi
d.      Menerbitkan dan mencabut sertifikat registrasi
e.       Menetapkan teknologi kebidanan yang dapat diterapkan di Indonesia
f.        Melakukan pembinaan bidan mengenai pelaksanaan etika profesi yang ditetapkan organisasi profesi.
g.       Melakukan pencatatan bidan yang dikenakan sanksi oleh organisasi profesi.

3.      Keanggotaan konsil kebidanan
a.       Dari unsur departemen kesehatan 2 orang
b.      Lembaga konsumen 1 orang
c.       Bidan 10 orang
d.      Organisasi profesi terkait 4 orang
e.       Ahli hukum 1 orang

4.      Persyaratan anggota konsil
a.       Warga negara Indonesia
b.      Sehat jasmani dan rohani
c.       Berkelakuan baik
d.      Usia sekurangnya 40 tahun
e.       Pernah praktik kebidanan minimal 10 tahun
f.        Memiliki moral etika yang tinggi

5.      Keanggotaan konsil berhenti karena:
a.       Berakhir masa jabatan sebagai anggota
b.      Meninggal dunia
c.       Mengundurkan diri
d.      Bertempat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia
e.       Gangguan Kesehatan
f.        Diberhentikan karena melanggar aturan konsil

6.      Mekanisme tata kerja konsil
a.       Memelihara dan menjaga registrasi bidan
b.      Mengadakan rapat pleno, dikatakan sah bila dihadiri separuh tambah 1 unsur pimpinan harian
c.       Rapat pleno memutuskan:
d.      Konsil kebidanan melakukan rapat pleno sekurang-kurangnya empat kali dalam setahun
e.       Konsil kebidanan daerah hanya mengambil keputusan yang berkaitan dengan persoalan etik profesi
f.        Ketua konsil, wakil ketua konsil, ketua komite registrasi dan ketua komite peradilan profesi merupakan unsur pimpinan harian konsil.

B.  KETERKAITAN ANTARA PRAKTEK KEBIDANAN DENGAN HUKUM
Pada dasarnya dalam praktik sehari hari, pasien yang datang untuk berobat ke tempat praktik dianggap telah memberikan persetujuannya untuk dilakukan tindakan tindakan rutin seperti pemeriksaan fisik. Akan tetapi, untuk tindakan yang lebih kompleks biasanya dokter akan memberikan penjelasan terlebih dahulu untuk mendapatkan kesediaan dari pasien, misalnya kesediaan untuk dilakukan suntikan.
Bidan merupakan suatu profesi yang selalu mempunyai ukuran atau standar profesi. Standar profesi bidan yang terbaru adalah diatur dalam KEPMENKES RI No. 369/MENKES/SK/III/2007 yang berisi mengenai latar belakang kebidanan. Berbagai defenisi dalam pelayanan kebidanan. Berbagai defenisi dalam pelayanan kebidanan, falsafah kebidanan, paradigma kebidanan, ruang lingkup kebidanan, standar praktek kebidanan, dan kode etik bidan di Indonesia.
1.    PelayananKebidanan
            Adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktek profesi bidan dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat.
2.    Falsafah Kebidanan
a. Sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai pandangan hidup pancasila, seorang bidan menganut filosofi yang mempunyai keyakinan di dalam dirinya bahwa semua manusia adalah makhluk bio psiko sosio kultural dan spiritual yang unik
b. Manusia terdiri dari pria dan wanita yang kemudian kedua jenis individu itu berpasangan menikah membentuk keluarga yang mempunyai anak
c. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan manusia dan perbedaan budaya
d. Persalinan adalah satu proses yang alami, peristiwa normal, namun apabila tidak dikelolah dengan tepat dapat berubah menjadi abnormal
e. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat untuk itu maka setiap wanita usia subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya behak mendapatkan pelayanan yang berkualitas
f. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga, yang membutuhkan persiapan
g. Kesehatan ibu periode reproduksi dipengaruhi oleh perilaku ibu, lingkungan dan pelayanan kesehatan
3.    Paradigma Kebidanan
Kebidanan dalam bekerja memberikan pelayanan keprofesiannya berpegang pada paradigma berupa pandangan terhadap manusia/wanita, lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan.
a. Wanita
       Wanita/ manusia adalah makhluk biopsiko sosial kultural dan spiritual yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang bemacam-macam sesual dengan tingkat perkembangannya.
b. Lingkungan
Lingkungan merupakan semua yang ada di lingkungan dan terlibat dalam interaksi individu pada waktu melaksanakan aktifitasnya.
c. Perilaku ‘
Perilaku merupakan hasil dari berbagai pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan sikap dan tindakan.
d. Pelayanan kebidanan
Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga dalam rangka tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

e. Keturunan
       Kualitas manusia diantaranya ditentukan oleh keturunan. Manusia yang sehat dilahirkan oleh ibu yang sehat. Hal ini menyangkut penyiapan wanita sebelum perkawinan, masa kehamilan, masa kelahiran dan masa nifas.

4.    Lingkup Praktek Kebidanan
       Lingkup prakek kebidanan yang digunakan meliputi asuhan mandiri/ otonomi pada anak-anak perem, remaja putri dan wanita desa sebelum, selama kehamilan dan selanjutnya. Hal ini berarti bidan membeirkan pengawasan yang diperlukan asuhan serta nasehat bagi wanita selama masa hamil, bersalin dan nifas.
Standar Praktek Kebidanan
 Standar I : Metode asuhan
Metode asuhan meliputi : pengumpulan data, penentuan diagnosa perencanan pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
 Standar II : Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan.
 Standar III : Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan.
 Standar IV : Rencana asuhan
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
 Standar V : Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien.
 Standar VI : Partisipasi klien
Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/ partisipasi klien dan keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
 Standar VII : Pengawasan
Monitor/pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.
 Standar VII : Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang tidak dirumuskan.
 Standar IX : Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang diberikan.

C.      KASUS
1.        Di sebuah desa terpencil seorang ibu mengalami pendarahan postpartum setelah melahirkan bayinya yang pertama di rumah. Ibu tersebut menolak untuk diberikan suntikkan uterotonika. Bila ditinjau dari hak pasien atas keputusan yang menyangkut dirinya maka bidan bisa saja tidak memberikan suntikkan karena kemauan pasien. Tetapi bidan akan berhadapan dengan masalah yang lebih rumit bila terjadi pendarahan hebat dan harus diupayakan pertolongan untuk merujuk pasien, dan yang lebih patal lagi bila pasien akhirnya meninggal karena pendarahan. Dalam hal ini bisa dikatakan tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Walapun bidan harus memaksa pasiennya untuk disuntik  itulah keputusan yang terbaik yang harus ia lakukan (dentology).

2.        Seorang ibu PP masuk kamar bersalin dalam keadaan inpartu. Sewaktu dilakukan anamnesa dia mengatakan tidak mau di episiotomi. Sekarang ini pasen tersebut berada dalam kala II dan kala II yang berlangsung agak lambat, tetapi ada kemajuan. Perineum masih kaku dan tebal. Keadaan ini dijelaskan kepada ibu oleh bidan, tetapi ibu tetap pada pendiriannya. Sementara waktu berjalan terus dan bjj mulai menunjukkan keadaan yang tidak stabil/fetal distress dan ini mengharuskan bidan untuk mempertimbangkan melakukan episiotomi, tetapi ibu tersebut tidak menggubrisnya. Bidan berharap bayinya selamat. Sementara itu ada bidan yang memberitahukan bahwa dia pernah melakukan hal ini tanpa persetujuan pasen untuk melindungi bayinya. Jika bidan melakukan episiotomi tanpa persetujuan pasen, maka bidan akan dihadapkan kepada sederetan tuntutan.
3.                  Seorang bidan menangani seorang ibu X primipara berusia 35 tahun. Bidan tersebut menggali informasi mulai dari riwayat kesehatan keluarga. Kehamilan Ibu X berusia 14 minggu dan ini kehamilan yang direncanakan. Pada akhir pertemuan Ibu X tersebut mengeluarkan pendapat tentang persalinannya. Ibu X menyatakan tentang persalinan SC sebagai pilihannya. Bidan menjelaskan bahwa persalinan SC untuk kasus komplikasi. Bidan tersebut tidak melanjutkan diskusinya karena takut memberikan informasi yang salah dan terjadi konflik. Maka bidan menyarankan Ibu X untuk konsultasi ke dokter kandungan. Ada beberapa pertanyaan untuk bahan pertimbangan.
  • Haruskah bidan tersebut meneruskan diskusi tentang persalinan SC sebagai Pilihan?
  • Menurut anda apakah keinginan Ibu X untuk SC harus dipenuhi?
  • Harukah persalinan SC menjadi satu pilihan untuk beberapa ibu, padahal tanpa indikasi?
4.                   Seorang Ibu primigravida dengan umur kehamilan 27 minggu diperkirakan akan melahirkan bayi prematur. Di rumah sakit iya melakukan berbagai pemeriksaan, se[erti pemeriksaan servix, usapan vagina dan pemeriksaan urin. Ibu tersebut didiagnosis mengalami infeksi saluran kemih. Penyebab kemungkinan kelahiran prematur pada ibu tersebut ternyata Gonore dan Infeksi chlamydia. Sehingga pada hasil pemeriksaan vulva ibu terdapat sekret yang mukopurulent, tampak kotor, basah, lembab dan berbau, serta terdapat hiperemis didaerah sekitar vulva dan vagina. Kemudian setelah pemerilsaan, pada saat istirahat bidan yang memeriksa ibu tersebut pada sejawat bidan yang lain termaksud pada para mahasiswa calon bidan. Ada beberapa pertanyaan untuk menjadi bahan pertimbangan :
  • Apakah tindakan bidan tersebut melanggar kode etik.
  • Bagaimana seharusnya tindakan bidan dalam menjamin privasi dan kerahasiaan klien?

Share this article :

Post a Comment

 
Template Created by Creating Website Modify by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger