A. DEFINISI
§ Efusi pleura adalah pengumpulan
cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan
parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung
sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C
Suzanne, 2002).
B. KLASIFIKASI
1. Efusi pleura
transudat
Pada efusi jenis transudat ini keseimbangan kekuatan
menyebabkan pengeluaran cairan dari pembuluh darah. Mekanisme terbentuknya
transudat karena peningkatan tekanan hidrostatik (CHF), penurunan onkotik
(hipoalbumin) dan tekanan negative intra pleura yang meningkat (atelektaksis
akut).
Ciri-ciri cairan:
a. Serosa jernih
b. Berat jenis rendah (dibawah 1.012)
c. Terdapat limfosit dan mesofel
tetapi tidak ada neutrofil
d. Protein < 3%
Penimbunan cairan transudat dalam rongga pleura
dikenal dengan hydrothorax, penyebabnya:
a. Payah jantung
b. Penyakiy ginjal (SN)
c. Penyakit hati (SH)
d. Hipoalbuminemia (malnutrisi,
malabsorbsi)
2. Efusi pleura eksudat
Eksudat ini terbentuk sebagai akibat penyakit dari
pleura itu sendiri yang berkaitan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
(missal pneumonia) atau drainase limfatik yang berkurang (missal obstruksi
aliran limfa karena karsinoma). Ciri cairan eksudat:
a. Berat jenis
> 1.015 %
b. Kadar protein > 3%
atau 30 g/dl
c. Ratio protein
pleura berbanding LDH serum 0,6
d. LDH cairan pleura
lebih besar daripada 2/3 batas atas LDH serum normal
e. Warna cairan
keruh
Penyebab dari efusi eksudat ini adalah:
a. Kanker
: karsinoma bronkogenik, mesotelioma atau penyakit
metastatic ke paru atau permukaan pleura.
b. Infark paru
c. Pneumonia
d. Pleuritis virus
C.
ETIOLOGI
1.
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan
seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig(tumor
ovarium) dan sindroma vena kava superior
2.
Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia,virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura,
karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. DiIndonesia 80% karena tuberculosis.
3.
Penyebab
lain dari efusi pleura adalah:
a.
Gagal jantung
b.
Kadar protein yang rendah
c.
Sirosis
d.
Pneumonia
e.
Tuberculosis
f.
Emboli paru
g.
Tumor
h.
Cidera di dada
i.
Obat-obatan (hidralazin, prokainamid, isoniazid, fenitoin klorpromazin,
nitrofurantoin, bromokriptin, dantrolen, prokarbazin).
j.
Pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena yang kurang baik.
D.
PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal tidak ada
rongga kosong antara pleura parietalis dan pleura vicelaris, karena di
antara pleura tersebut terdapat cairan antara 1 – 20 cc yang
merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak teratur.Cairan yang sedikit
ini merupakan pelumas antara kedua pleura, sehingga pleura tersebut mudah
bergeser satu sama lain. Di ketahui bahwa cairan di produksi oleh pleura
parietalis dan selanjutnya di absorbsi tersebut dapat terjadi karena adanya
tekanan hidrostatik pada pleura parietalis dan tekanan osmotic koloid
pada pleura viceralis. Cairan kebanyakan diabsorbsi oleh system limfatik dan
hanya sebagian kecil diabsorbsi oleh system kapiler pulmonal. Hal yang
memudahkan penyerapan cairan yang pada pleura viscelaris adalah terdapatnya
banyak mikrovili disekitar sel – sel mesofelial. Jumlah cairan dalam rongga
pleura tetap. Karena adanya keseimbangan antara produksi dan absorbsi. Keadan
ini bisa terjadi karena adanya tekanan hidrostatik sebesar 9 cm H2o
dan tekanan osmotic koloid sebesar 10 cm H2o. Keseimbangan tersebut
dapat terganggu oleh beberapa hal, salah satunya adalah infeksi tuberkulosa
paru.
Terjadi infeksi tuberkulosa paru,
yang pertama basil Mikobakterium tuberkulosa masuk melalui saluran nafas menuju
alveoli,terjadilah infeksi primer. Dari infeksi primer ini akan timbul
peradangan saluran getah bening menuju hilus (Limfangitis local) dan juga
diikuti dengan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limphadinitis regional).
Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi permebilitas membran.
Permebilitas membran akan meningkat yang akhirnya dapat menimbulkan akumulasi
cairan dalam rongga pleura. Kebanyakan terjadinya effusi pleura akibat
dari tuberkulosa paru melalui focus subpleura yang robek atau melalui aliran
getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya pengkejuan kearah
saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau columna
vetebralis.
Adapun bentuk cairan effusi
akibat tuberkolusa paru adalah merupakan eksudat, yaitu berisi protein
yang terdapat pada cairan pleura tersebut karena kegagalan aliran protein getah
bening. Cairan ini biasanya serous, kadang – kadang bisa juga hemarogik. Dalam
setiap ml cairan pleura bias mengandung leukosit antara 500 – 2000. Mula
– mula yang dominan adalah sel – sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit,
Cairan effusi sangat sedikit mengandung kuman tubukolusa. Timbulnya cairan
effusi bukanlah karena adanya bakteri tubukolosis, tapi karena akibat adanya
effusi pleura dapat menimbulkan beberapa perubahan fisik antara lain : Irama
pernapasan tidak teratur, frekwensi pernapasan meningkat , pergerakan dada
asimetris, dada yanbg lebih cembung, fremitus raba melemah, perkusi redup.
Selain hal – hal diatas ada perubahan lain yang ditimbulkan oleh effusi pleura
yang diakibatkan infeksi tuberkolosa paru yaitu peningkatan suhu, batuk dan
berat badan menurun.
PATHWAY
E.
TANDA DAN GEJALA
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan
sakit karena pergesekan,setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila
cairan banyak, penderitaakan sesak napas
2.
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeridada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus),
subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak.
3.
Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi, jika terjadi
mpenumpukan cairan pleural yang signifikan.
4.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karenacairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak
dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati
daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis
melengkung(garis Ellis Damoiseu)
5.
Didapati segitiga Garland yaitu daerah yang pada perkusi redup, timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco- Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah
ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
6.
Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura
F.
KOMPLIKASI
1.
Pneumotoraks
(karena udara masuk melalui jarum)
2.
Hemotoraks (
karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
3.
Emboli udara
(karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari alveoli masuk
ke vena pulmonalis)
4.
Laserasi
pleura viseralis
G.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen dada
Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang
dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya
cairan.
2. CT scan dada
CT
scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan
adanya pneumonia, abses paru atau tumor
3. USGdada
USG bisa membantu menentukan lokasi
dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan
pengeluaran cairan.
4.
Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
5.
Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
6.
Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
7.
Analisa cairan pleura
Efusi pleura didiagnosis
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi dengan foto
thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya
cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan
posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada
foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya
sudut costophreicus yang tidak tajam. Bila efusi pleura telah
didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan
jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi
dilakukan pemeriksaan seperti:
a.
Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase,
pH, dan glucose
b.
Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan
terjadi infeksi bakteri
c.
Pemeriksaan hitung sel
8.
Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah
selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan apakan cairan
tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif
disebabkan oleh faktor sistemik yang mengubah keseimbangan antara pembentukan
dan penyerapan cairan pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli
paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor
lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Efusi pleura
eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri, infeksi
virus, dan keganasan
H.
PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Aspirasi cairan pleura
Punksi pleura ditujukan untuk menegakkan diagnosa
efusi plura yang dilanjutkan dengan pemeriksaan mikroskopis cairan. Disamping
itu punksi ditujukan pula untuk melakukan aspirasi atas dasar gangguan fugsi
restriktif paru atau terjadinya desakan pada alat-alat mediastinal. Jumlah
cairan yang boleh diaspirasi ditentukan atas pertimbangan keadaan umum
penderita, tensi dan nadi. Makin lemah keadaan umum penderita makin sedikit
jumlah cairan pleura yang bisa diaspirasi untuk membantu pernafasan penderita.
Komplikasi yang dapat timbul dengan tindakan aspirasi :
a.
Trauma
Karena aspirasi dilakukan dengan blind, kemungkinan
dapat mengenai pembuluh darah, saraf atau alat-alat lain disamping merobek
pleura parietalis yang dapat menyebabkan pneumothorak.
b.
Mediastinal Displacement
Pindahnya struktur mediastinum dapat disebabkan oleh
penekaran cairan pleura tersebut. Tetapi tekanan negatif saat punksi dapat
menyebabkan bergesernya kembali struktur mediastinal. Tekanan negatif
yang berlangsung singkat menyebabkan pergeseran struktur mediastinal kepada
struktur semula atau struktur yang retroflux dapat menimbulkan perburukan
keadaan terutama disebabkan terjadinya gangguan pada hemodinamik.
c.
Gangguan keseimbangan cairan, Ph, elektroit, anemia dan hipoproteinemia.
Pada aspirasi pleura yang berulang kali dalam waktu
yang lama dapat menimbulkan tiga pengaruh pokok :
1)
Menyebabkan berkurangnya berbagai komponen intra vasculer yang dapat
menyebabkan anemia, hipprotein, air dan berbagai gangguan elektrolit dalam
tubuh
2)
Aspirasi cairan pleura menimbulkan tekanan cavum pleura yang
negatif sebagai faktor yang menimbulkan pembentukan cairan pleura yang lebih
banyak
3)
Aspirasi pleura dapat menimbulkan sekunder aspirasi.
2. Water Seal
Drainage
Telah dilakukan oleh berbagai penyelidik akan tetapi
bila WSD ini dihentikan maka akan terjadi kembali pembentukan cairan.
3. Penggunaan
Obat-obatan
Penggunaan berbagai obat-obatan pada pleura effusi
selain hasilnya yang kontraversi juga mempunyai efek samping. Hal ini
disebabkan pembentukan cairan karena malignancy adalah karena erosi
pembuluh darah. Oleh karena itu penggunaan citostatic misalnya tryetilenthiophosporamide,
nitrogen mustard, dan penggunaan zat-zat lainnya seperi atabrine atau
penggunaan talc poudrage tidak memberikan hasil yang banyak oleh karena tidak
menyentuh pada faktor patofisiolgi dari terjadinya cairan pleura.
Pada prinsipnya metode untuk menghilangkan cairan
pleura dapat pula menimbulkan gangguan fungsi vital . Selain aspirasi
thoracosintesis yang berulang kali, dikenal ula berbagai cara lainnya yaitu :
4. Thoracosintesis
Dapat dengan melakukan apirasi yang berulang-ulang dan
dapat pula dengan WSD atau dengan suction dengan tekanan 40 mmHg. Indikasi
untuk melakukan torasentesis adalah :
a.
Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga
plera.
b.
Bila therapi spesifik pada penyakit prmer tidak efektif atau gagal.
c.
Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura jangan lebih dari
1000 cc, karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah
yang banyak dapat menimbulkan oedema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak.
Kerugian :
a.
Tindakan thoraksentesis menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan
pleura.
b.
Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c.
Dapat terjadi pneumothoraks.
5. Radiasi
Radiasi pada tumor justru
menimbulkan effusi pleura disebabkan oleh karena kerusakan aliran limphe dari
fibrosis. Akan tetapi beberapa publikasi terdapat laporan berkurangnya cairan
setelah radiasi pada tumor mediastinum..
Post a Comment